Rabu, 10 Juni 2009

Visi dan Misi Capres negara Iran

Sabtu, 06 Juni 2009 Salah satu ciri penting pemilu di Republik Islam Iran adalah terciptanya atmosfir yang bebas. Atmosfir seperti ini telah memberikan peluang kepada para kandidat untuk memaparkan pandangan dan kebijakannya. Masyarakat juga dengan bebas dapat memilih capres yang sesuai dengan hati nuraninya. Selain itu, undang undang pemilu juga disusun untuk memperkenalkan secara benar para capres dan mencegah terjadinya upaya mengelabui opini pemilih. Pejabat Iran tidak menghendaki kampanye pemilu di negaranya seperti di Barat yang memanipulasi opini publik dan mengarahkan pemilih untuk memberikan hak suara tanpa pengetahuan. Menjelang pelaksanaan pemilu presiden Iran yang ke-10, rakyat semakin serius memikirkan kandidat yang layak untuk memimpin negara mereka. Sikap seperti ini sesuai dengan himbauan Pemimpin Besar Revolusi Islam atau Rahbar Ayatullah Al-Udzma Khamenei. Sejalan dengan hal tersebut, para capres juga berupaya keras mengampanyekan dan memaparkan program kerja serta pandangannya dalam mengatur negara selama empat tahun kedepan.

Secara umum dalam kancah politik Iran terdapat dua aliran pemikiran yang turut ambil bagian pada pilpres kali ini. Masing-masing menurunkan dua kandidat untuk bertarung merebut kursi kepresidenan. Kelompok pertama menamakan dirinya kubu konservatif. Mereka menilai dirinya setia kepada cita-cita dan tujuan revolusi Islam Iran. Kelompok kedua adalah kubu reformis. Meski kalangan reformis menghormati landasan dan kerangka revolusi, namun mereka menilai perlu adanya perubahan dalam negara. Wakil utama kubu konservatif dalam pilpres ke-10 adalah Mahmoud Ahmadinejad, presiden Iran saat ini. Ahmadinejad yang kini berusia 53 tahun terhitung sebagai capres termuda. Ia merupakan mahasiswa lulusan Universitas Sains dan Teknologi Iran dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi. Ia juga aktif mengajar di sejumlah perguruan tinggi Iran selama bertahun-tahun.

Menyusul kemenangan revolusi Islam Iran pada 1979, Ahmadinejad mulai aktif di kancah politik dan agama. Pasca meletusnya perang yang dipaksakan oleh Saddam Hussein terhadap bangsa Iran, Ahmadinejad terjun ke medan perang untuk membela negara. Ia juga sempat menduduki posisi gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997, kemudian terpilih sebagai walikota Tehran pada Mei 2003. Setelah dua tahun menjadi walikota Tehran, Ahmadinejad terpilih sebagai presiden baru Iran pada 2005 dengan memperoleh suara mayoritas.

Langkah dan kebijakan penting Ahmadinejad selama menjabat presiden adalah melakukan kunjungan ke seluruh provinsi Iran dan mengatasi berbagai masalah di daerah-daerah tertinggal, memperhatikan keadilan di bidang ekonomi, memerangi kerusakan, dan meningkatkan pengembangan program nuklir damai Iran. Ahmadinejad berjanji akan melanjutkan program-program yang sudah dicanangkan sebelumnya jika terpilih kembali dalam pilpres kali ini. Kebijakan utama pemerintahan Ahmadinejad adalah membantu dan mensejahterakan kondisi kehidupan masyarakat kelas bawah. Untuk mewujudkan hal itu, Ahmadinejad telah menerapkan program "Saham Keadilan". Ia memberikan saham tersebut kepada warga yang berpenghasilan rendah.

Subsidi tepat sasaran juga merupakan salah satu program lainnya yang diterapkan Ahmadinejad. Berdasarkan program ini, subsidi bahan bakar dan kebutuhan lainnya akan diberikan secara tunai kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Tidak hanya itu, Ahmadinejad berulang kali menegaskan pengurangan jalur birokrasi dan perang melawan korupsi. Terkait politik luar negeri, Ahmadinejad secara serius berupaya meningkatkan posisi strategis dan regional Iran. Ia tengah berupaya memperluas hubungan Iran dengan negara-negara sedang berkembang termasuk negara-negara independen di Amerika Latin. Kebijakan lain Ahmadinejad adalah kerjasama lebih dekat dengan negara-negara tetangga dan partisipasi aktif di lembaga-lembaga internasional.


Berdasarkan sejumlah jajak pendapat, Ir. Mir Hossein Mousavi dari kubu reformis merupakan saingan berat Ahmadinejad. Mir Hossein Mousavi berusia 68 tahun dan jebolan Universitas Syahid Behesty Tehran dengan gelar master dalam bidang arsitek dan tata kota. Sebelum meletusnya revolusi, Mir Hossein Mousavi aktif menghadiri pengajian yang membahas masalah revolusi menentang Rezim Shah. Pasca kemenangan revolusi, ia terpilih sebagai anggota Dewan Tinggi Revolusi Budaya. Mir Hossein Mousavi sempat menduduki posisi menteri luar negeri sebelum diangkat sebagai perdana menteri pada 1981. Ia menerima jabatan ini saat tentara Saddam Hossein tengah meningkatkan serangannya ke wilayah Iran.

Hingga tahun 1989 dan tidak lama setelah wafatnya Imam Khomeini r.a, Mir Hossein Mousavi masih menjabat sebagai perdana menteri. Setelah itu, ia lebih memilih mengajar di kampus dan aktif dalam kegiatan ilmiah dan seni. Namun pada tahun yang sama, Rahbar mengangkat Mir Hossein Mousavi sebagai anggota Dewan Penentu Kebijakan Pemerintah Republik Islam Iran. Ia juga pernah menjadi penasehat dua mantan Presiden Iran yaitu, Hashemi Rafsanjani dan Mohammad Khatami. Sejak 1999, Mir Hossein Mousavi resmi menjabat sebagai ketua Sanggar Kesenian Iran.

Program Mir Hossein Mousavi yang lebih dikenal dengan "Pemerintah Harapan" lebih terfokus pada masalah ekonomi. Perang melawan kemiskinan dan pengurangan angka pengangguran merupakan masalah yang mendapat perhatian Mousavi. Selain itu, ia juga berjanji dan menekankan untuk mengurangi inflasi. "Pemerintah Harapan" juga telah memprediksikan reformasi birokrasi dan struktur eksekutif guna meningkatkan efektivitas pemerintah. Dalam program ini, ditekankan pada perang melawan korupsi dan kolusi serta penyalahgunaan kekayaan publik.

Mousavi menghendaki partisipasi luas kaum perempuan di pemerintahan dan meningkatkan rasa percaya diri mereka. Ia juga menginginkan proses swastanisasi lebih dipercepat dan membenahi metodenya. Mir Hossein Mousavi yakin akan menemukan solusi tepat untuk berbagai permasalahan seperti program nuklir Iran. Ia menghendaki peningkatan hubungan diplomatik dengan berbagai negara di dunia dan berunding dengan AS. Namun sama seperti kandidat lainnya, ia menilai perundingan dengan AS harus menjamin kepentingan bangsa Iran.


Hojjatul Islam, Mehdi Karoubi dari kalangan reformis merupakan kandidat lain yang turut ambil bagian dalam pilpres ke-10 Iran. Ia berusia 72 tahun dan termasuk capres tertua dalam pilpres ini. Karoubi memiliki pengalaman panjang dalam perang melawan rezim despotik Shah. Pada masa dinasti Shah, Karoubi sempat beberapa kali dipenjara dan disiksa. Meski demikian, ia mampu mengenyam pendidikan di universitas dan meraih gelar sarjana di jurusan fiqih dan hukum Islam di samping menekuni pendidikan agama.

Pada 1980, Mehdi Karoubi diangkat oleh Imam Khomeini r.a sebagai direktur Lembaga Syahid Iran. Pada tahun yang sama, Karoubi terpilih sebagai anggota dewan pada periode pertama Parlemen Republik Islam Iran. Bahkan ia sempat menjadi anggota dewan pada tiga periode lainnya. Pada 1985, Imam Khomeini r.a menunjuk Karoubi sebagai wakilnya untuk urusan haji Iran. Dalam pilpres sebelumnya, Karoubi juga sempat mencalonkan diri namun gagal karena tidak memperoleh suara yang cukup.

Hojjatul Islam, Mehdi Karoubi menghendaki peningkatan mutu manajemen dan perencanaan yang lebih matang bagi negara. Salah satu program pentingnya yang juga pernah diusung dalam pilpres sebelumnya adalah pemberian bulanan dari hasil penjualan minyak kepada seluruh warga. Selain itu, ia juga menginginkan perhatian khusus terhadap kelompok minoritas baik suku maupun mazhab dan meningkatkan peran kaum perempuan di tengah masyarakat dan negara. Program lain yang dicanangkan Karoubi adalah asuransi pendidikan dan asuransi pengangguran serta mengurangi ketergantungan kepada pendapatan dari hasil penjualan minyak.

Dalam menyusun programnya, Karoubi memberikan perhatian khusus kepada penyusunan dan pengesahan kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan teknologi informasi (IT). Ia juga menginginkan terciptanya hubungan yang lebih bermartabat dan pro aktif dengan dunia.

Capres terakhir yang berasal dari kubu konservatif adalah Dr. Mohsen Rezai. Ia berusia 55 tahun dan termasuk figur yang aktif melawan Rezim Shah. Pada masa mudanya, ia bersama orang-orang yang sepaham dengannya membentuk sebuah kelompok perlawanan "Mansurun" untuk melakukan perlawanan bersenjata menentang rezim Shah. Pasca kemenangan revolusi Islam, Mohsen Rezai ditunjuk sebagai panglima militer Pasukan Garda Revolusi Iran (Pasdaran) pada 1981. Pada masa perang Irak-Iran, garis komando Pasdaran berada di tangan Rezai untuk melawan arogansi tentara Saddam Hussein. Namun pada 1997, Rezai mengundurkan diri dari jabatan ini dan kembali ke kampus untuk melanjutkan studinya.

Pada tahun 2000, Mohsen Rezai berhasil menyabet gelar doktor pada jurusan ekonomi. Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah Al-Udzma Khamenei menunjuk Rezai untuk menjadi anggota di Dewan Penentu Kebijakan Pemerintah Republik Islam Iran. Ia juga pernah mencalonkan diri sebagai capres pada pilpres sebelumnya, namun mengundurkan diri menjelang dua hari pemilu.

Mohsen Rezai yakin bahwa untuk mengatur sebuah negara perlu dibentuk pemerintahan koalisi guna memanfaatkan seluruh kapasitas dan kekuatan yang efektif. Ia menginginkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengurangi inflasi dan pengangguran dan meningkatkan nilai tukar uang. Rezai menghendaki diwujudnya sembilan Zona Federal Ekonomi dengan wewenang membuat keputusan dan manajemen di berbagai kawasan di Iran.

Dalam programnya itu, Rezai juga telah memprediksikan rencana merampingkan pemerintah, kedisiplinan ekonomi, dan peningkatan keterlibatan sektor swasta. Sementara dalam bidang olah raga, Rezai menghendaki pelaksanaan program komprehensif olah raga sehingga bidang ini mengalami perubahan baik di sektor manajemen, teknis, dan moral. Dalam bidang politik luar negeri, Rezai menggulirkan gagasan kemungkinan dialog dengan AS dan meningkatkan hubungan dengan negara-negara di selatan Teluk Persia.

Meski empat kandidat presiden yang akan bertarung dalam pilpres ini memiliki ciri khas dan kapasistas masing-masing, namun rakyat Iran akan memilih figur yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang selalu ditekankan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah Al-Udzma Sayed Ali Khamenei seperti; setia, bertanggung jawab, jujur, dan produktif.

Tidak ada komentar: