Pemberitaan media Barat yang menghembuskan isu kecurangan dalam pemilu Iran dan situasi kisruh pasca pemilu Iran yang cenderung tendensius, memaksa pemerintah Iran bersikap tegas terhadap media-media asing tersebut. Ketegasan pemerintah Iran itu bukan tanpa alasan karena terbukti beberapa media asing telah menyiarkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya terjadi di lapangan, terutama dalam aksi-aksi massa yang terjadi di Iran.
Setelah BBC, kini giliran CNN yang “tertangkap basah” menyiarkan informasi yang menyesatkan. Dalam siaran hari Rabu kemarin, CNN menayangkan wawancara lewat telepon dengan seorang perempuan yang disebut berada di tengah-tengah aksi protes yang berlangsung di depan gedung parlemen Iran di kota Teheran.
Dalam wawancara, perempuan yang menjadi nara sumber CNN itu menceritakan seolah-olah situasi di lokasi unjuk rasa dalam keadaan gawat karena tindakan represif aparat keamanan Iran terhadap para pengunjuk rasa. “Situasinya sudah seperti pembantaian” kata si nara sumber CNN yang tidak disebutkan namanya. Menurut si nara sumber, aparat kepolisian Iran sudah bersikap kasar, memukuli para pengunjuk rasa dan menembaki mereka seperti binatang.
CNN tidak tahu bahwa televisi Iran, Press TV merekam wawancara itu dan Press TV juga punya hasil liputan aksi unjuk rasa di depan gedung parlemen yang oleh nara sumber CNN disebut ricuh dan suasanya seperti “pembantaian”.
Press TV membandingkan antara laporan nara sumber CNN dan hasil liputan Press TV sendiri dan menayangkannya satu hari kemarin. Hasil perbandingan itu menunjukkan bahwa laporan nara sumber CNN ternyata tidak sesuai dengan fakta di lapangan yang terekam Press TV. Dalam aksi unjuk rasa tersebut, tidak terjadi keributan seperti yang digambarkan nara sumber CNN.
Pembawa acara Press TV di akhir liputan itu menantang CNN dan jaringan media Barat lain untuk membuktikan kalau semua berita yang disiarkannya berasal dari sumber-sumber yang bisa dipercaya dan mendesak press Barat untuk tidak membuat laporan yang provokatif dan menghasut.
Fakta ini menjadi tamparan bagi CNN, media massa kebanggaan AS itu. CNN sendiri belum memberikan penjelasan apakah ia sudah dibohongi oleh orang yang disebut sebagai nara sumbernya itu atau CNN sudah dengan sengaja membuat wawancara telepon palsu dengan tujuan untuk menampilkan bahwa wajah Iran dengan kekerasan.
Sebelum ini, media Inggris BBC juga memuat foto hasil rekayasa pelaksanaan kampanye pemilu presiden di Iran. Seorang blogger berhasil membongkar kebohongan BBC yang menggunakan foto kampanye Ahmadinejad dengan massa yang jumlahnya banyak (http://whatreallyhappened.com/IMAGES/iran_protest_rally_lie1.jpg).
Foto itu dipotong sedemikian rupa (foto hasil rekayasa: http://whatreallyhappened.com/IMAGES/iran_protest_rally_lie2.jpg) dan diberi keterangan foto seolah-olah massa yang banyak itu adalah massa Mir Mousavi. Blogger tersebut memuat pemalsuan foto yang dilakukan BBC di situs http://whatreallyhappened.com/WRHARTICLES/iranprop.php
Setelah kebohongannya terbongkar, BBC memuat ralat foto tersebut yang dipasang di bagian paling bawah berita utama. (lihat di http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/8104362.stm)
Sebelum pelaksanaan pemilu, BBC berbahasa Farsi dalam siarannya berusaha menggembosi pelaksanaan pemilu di Iran dengan memprovokasi rakyat Iran agar tidak datang ke tempat-tempat pemungutan suara. Dalam sebuah siaran yang provokatif, seorang presenter BBC bahkan mengatakan, “Dari pada pergi ke TPS, lebih baik anda berkumpul di rumah menikmati Qormeh Sabzi, atau pergi berlibur”. BBC juga berulangkali melakukan agitasi dengan menyebutkan bahwa telah terjadi kecurangan dalam pemilu dan menyebut aksi massa di Iran sebagai cikal bakal revolusi beludru seperti yang terjadi di Cekoslavakia.
Akibatnya, Iran mengusir wartawan BBC. Tindakan serupa dilakukan Iran terhadap stasiun televisi Al-Arabiya yang dianggap menyiarkan laporan yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Matthew Cassel, asistan editor di situs Electronic Intifada-situs independen yang berkomitmen dengan informasi-informasi tentang Palestina-dalam editorialnya, mengkritik cara media Barat meliput situasi terkini di Iran. Ia mengecam media Barat yang tidak independen dan bisa diperalat oleh pemerintahnya untuk membuat sebuah pemberitaan pada publik. Media di negara-negara Barat, yang mengklaim menghormati kebebasan press, kerap membuat pemberitan sesuai pesanan dan selera pemerintahan negara asal media bersangkutan. (ln/prtv/irib/bbc/EI)
http://www.eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar