Suatu ketika di sebuah ruang maya, seseorang menuliskan drama Neda. Begini tulisnya:
Ia terkapar dengan mata terbuka. Darah meleleh dari mulutnya. Juga dari tubuhnya
yang tertembus peluru.
Sejumlah orang mengerumuninya, berusaha membantunya.
“Bangun Neda! Neda! Bangunlah anakku…” Berteriak ayahnya berulang-kali.
Seorang lain berseru, “Jangan takut Neda, jangan takut…!”
Neda tidak takut. Karenanya perempuan muda itu berada di sana, bersama ribuan
orang lain. Menyuarakan pembaruan, reformasi. Memprotes hasil Pemilu yang
dipandangnya ganjil. Menentang secara terbuka kekuatan raksasa yang selama ini
bagai tahayul: presiden Ahmadinejad, para Mullah di bawah pimpinan Ayatullah Ali
Khamenei, Pasukan pengawal revolusi, milisi Basij.
Ia tidak lagi takut. Namun ia tidak bangun lagi. Peluru merubuhkannya di jalanan
Teheran. Neda mati.
Ia salah satu dari belasan yang tewas, mungkin di tangan milisi Basij, atau bisa
jadi pasukan pengawal revolusi iran, bisa jadi polisi. DAn nanti kaum pembela
Ahmadinejad akan bilang, ia tewas oleh peluru kaumnya sendiri: kaum pro
Moussavi, atau kaum reformis, atau bahkan agen asing, untuk memojokkan Republik
Islam Iran.
Neda sekadar angka tak berarti bagi Revolusi Iran. Tak berarti bagi Ahmadinejad. Tak berarti bagi Khamenei.
Namun Neda penuh arti bagi seluruh kaum berakal sehat dan bernurani.
Dan Neda tidak takut. Yang takut adalah mereka: –Ahmadinejad, Khamenei,
Basij, dan para pendukung buta mereka .
Lalu datang balasan puitis dari peserta di sana. Isinya begini:
Neda, oh Neda
Sekiranya kau memang ada,
Sekiranya kau diwartawakan apa adanya,
Tentu kau tak perlu merana,
Meminta belas kasih pada si Aa :p
Saya langsung penasaran dan pelan2 mulai menggeledah. Sebentar saja, saya menemukan puluhan keganjilan dalam alur kisah Neda di hampir semua media Barat.
Mula2 soal nama. Di link yg khusus didedikasikan untuk memuat berita tentang Neda dari seantero media Massa ini (http://open.salon.com/blog/kathy_riordan/2009/06/22/updates_on_neda_symbol_of_a_revolution), setidaknya ada enam kombinasi nama Neda. Berikut adalah rinciannya: Neda Soltani, Neda Agha-Sultan, Neda Agha Soltan, Neda Agha-Setan, Neda Agha-Soldan, dan Neda Salehi. Terakhir, Neda Salehi dipastikan salah, lantaran Salehi ternyata adalah nama jalan TKP terbunuhnya Neda.
Masih soal nama. Dalam link di atas, kita menemukan nama tunangan Neda dalam dua versi berikut: Caspian Makan dan Kasamin Makan.
Lalu soal video sadis yg diputar berulang2 di jaringan2 teve dunia, termasuk di Indonesia. Dr. Amy L. Beam, preofesional di bidang teknologi informasi, sejak awal juga skeptis dengan video tersebut. Lalu dia mencari2 dan menemukan bahwa Neda Agha-Soltani yg fotonya telah beredar di berbagai media dunia ternyata masih hidup. Kisah lengkapnya bisa dilihat di sini: http://wipoun.blogspot.com/2009/06/how-wrong-neda-photo-became-irans-face.html.
Saya bukan ahli informatika, apalagi profesional. Tapi saya juga menemukan beberapa kejanggalan video itu, dan saya tuliskan dalam milis di atas seperti ini:
Analisis sederhana menyimpulkan kematian orang yang ditembak dari kejauhan tidak berlangsung sprt itu. Adegan dalam film Neda itu kemungkinan besar dirancang sebelumnya–dalam naskah film yg grotesque. Tapi biarkan pakar2
yg menjelaskan soal prosesnya.
Yg aneh, bagi saya, Neda ini konon ditembak oleh sniper dari kejauhan. Lha kok mendadak ada yg bisa merekam adegan penembakan yg sudah seharusnya berlangsung misterius itu secara lengkap begitu ya? Lebih aneh lagi, dlm keadaan segawat itu kok ada lelaki (berbaju putih) yg sempat menatap ke arah kamera dan memastikan bahwa adegan itu terekam ya? Belum lagi soal pendarahan yg tiba2 muncrat dari mulut Neda ini saat lelaki tua (berkaos lorek) yg tangannya sudah berlumur darah menghampiri dan meremas2nya? Lalu, di video itu seolah2 ada “kru” pembuatan film yg sedang berkerumun dan bahkan hampir bertabrakan. Kalau saya yang jadi pengarah kamera, tentu saya akan lebih fokus ke arah munculnya suara tembakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar