Senin, 22 Juni 2009

“The Sacred Democracy”


Iran dalam dua pekan terakhir ini dikejutkan oleh serangkaian peristiwa penting. Pada tanggal 12 Juni, sekitar 45 juta warga Iran atau 85 persen yang memenuhi syarat ikut serta pemilu, berbondong-bondong mendatangi kotak-kotak pemilu yang disebar di seluruh penjuru negara ini. Partisipasi warga sebesar itu merupakan peristiwa yang luar biasa di Iran, bahkan dunia.

ketika menjelaskan beberapa aspek pelaksanaan pilpres kali ini, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Ayatullah Khamenei,mengatakan, “Pemilihan umum 12 Juni adalah sebuah pementasan agung yang bermuara dari rasa tanggung jawab rakyat untuk menentukan bangsa dan spirit partisipasi masyarakat dalam memenej negara ini. Pemilihan umum kali ini benar-benar mencerminkan hubungan kuat antara masyarakat dan pemerintah.”

Ayatullah Khamenei juga menyebut partisipasi luas masyarakat dalam pemilu kali ini sebagai momentum besar dalam sejarah Revolusi Islam Iran yang kini memasuki umur ke-30 tahun dan perangkat loyalitas rakyat Iran kepada Pendiri Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra. Untuk itu, partisipasi luar biasa masyarakat Iran dalam pemilu presiden Iran kesepuluh membahagiakan negara-negara sahabat Iran dan menggoncangkan kekuatan politik musuh negara ini.

Ucapan selamat kepada Presiden terpilih Iran, Mahmoud Ahmadinejad, yang terus mengalir dari pemimpin negara-negara dunia, kian mengkhawatirkan Barat dan Rezim Zionis Israel. Partisipasi luar biasa rakyat Iran dalam pesta demokrasi kali ini benar-benar membuat geram pihak musuh. Ayatullah Khamenei dalam khutbah Jumatnya menyebut pelaksanaan pemilu kali ini sebagai simbol nyata demokrasi religius di Iran.

Dikatakannya pula, “Pihak-pihak yang berniat busuk terhadap Republik Islam Iran menyaksikan partisipasi luar bisa masyarakat dan mempertanyakan, apakah yang dimaksud dengan demokrasi religius? Demokrasi religius adalah sebuah jalan ketiga. Jalan ini satu sisi berhadapan dengan sistem diktator dan arogan, dan dari sisi lain berhadapan dengan demokrasi yang kosong dari aspek spritual. Inilah masyarakat demokratis agamis. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat bersedia turun ke lapangan.”

Dalam bagian lain khotbahnya, Ayatullah Khamenei menyebut partisipasi luara biasa setelah kemenangan Revolusi Islam Iran, 30 tahun lalu, sebagai kepercayaan bangsa ini terhadap sistem pemerintahan Islam negara ini. Pada saat yang sama, beliau memperingatkan bahwa musuh tengah berupaya menggoyang kepercayaan masyarakat ini.

Dikatakannya, “Mereka berniat mencabut kepercayaan masyarakat pada Republik Islam Iran dan memunculkan keraguan. Para musuh menyadari bahwa jika tidak ada kepercayaan, partisipasi masyarakat dalam pemilu akan lemah, yang kemudian meyebabkan goncangnya legalitas pemerintah. Inilah yang mereka inginkan.” Akan tetapi Ayatullah Khamenei meyakini bahwa kepercayaan masyarakat kepada Revolusi dan Republik Islam Iran tidak akan melemah di tengah ombak propaganda Barat yang terus mendera negara ini.

Selama 30 tahun terakhir ini, rakyat Iran hampir setiap tahun mendatangi kotak-kotak pemilu untuk memilih wakil-wakil mereka di berbagai instansi seperti presiden, parlemen, Dewan Kota dan Dewan Ahli Kepemimpinan. Untuk itu, sangatlah wajar jika rakyat negara ini menilai bahwa Republik Islam Iran menggunakan sistem demokratik yang sebenarnya. Bahkan Ayatullah Khamenei menyatakan tidak ada negara di dunia ini yang menerapkan demokrasi sebenarnya seperti yang diterapkan di Iran. Dalam pemilihan presiden kesepuluh, persaingan bebas dan antusias antarkandidat lebih dahsyat dibanding periode-periode sebelumnya. Bahkan, Ayatullah Khamenei sendiri menyatakan bahwa dirinya menikmati kebebasan berpendapat dalam perdebatan kandidat yang disiarkan langsung oleh televisi setempat. Ayatullah Khamenei juga mengatakan, “Persaingan antara kandidat sangat bebas, ketat dan transparan. Itu semua diisaksikan oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan perdebatan yang begitu bebas itu menyebabkan sejumlah pihak menyampaikan protes.” Media-media massa pun berusaha mengesankan kritikan sejumlah kandidat yang ditujukan pada pemerintah sebagai kritikan diluar koridor sistem dan penentangan terhadap Republik Islam Iran. Namun Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa perselisihan antarkandidat yang ada, masih berada di dalam koridor sistem.

Perdebatan antarkandidat yang disiarkan langsung oleh televisi nasional merupakan acara luar yang menyedot pemirsa dalam jumlah besar. Dalam perdebatan tersebut, para kandidat saling menyampaikan kritikan tanpa tedeng aling dan menyampaikan program-progam mereka untuk membangun negara. Terkait perdebatan antar-kandidat yang disiarkan langsung oleh televisi lokal, Ayatullah Khamenei mengatakan, “Perdebatan antar kandidat di televisi yang merupakan inovasi menarik, sangat transparan dan alot. Bahkan, perdebatan tersebut membungkam mulut musuh yang menyatakan bahwa persaingan antar-kandidat di Iran adalah sandiwara semata. Semua menyaksikan bahwa perdebatan tersebut benar-benar riil, bahkan mereka saling mempertahankan argumentasi masing-masing.” Ayatullah Khamenei juga menghendaki berlanjutnya acara perdebatan tersebut setelah pemilu.

Setelah pemilu presiden yang dimenangkan oleh Ahmadinejad, sejumlah kandidat lainnya mengklaim adanya kecurangan dalam penghitungan suara. Menanggapi masalah ini, Ayatullah Khamenei mengatakan, “Masyarakat percaya pada proses pemilihan umum presiden. Akan tetapi sejumlah kandidat juga harus sadar bahwa Republik Islam Iran bukanlah pengkhianat suara rakyat. Aturan pemilu di negara ini tak memberikan peluang untuk melakukan kecurangan.” Dikatakannya pula, “Jika ada pihak yang mempunyai kesangsian dan mempunyai bukti kecurangan, maka hal itu harus segera diusut. Tentunya langkah itu harus ditempuh melalui jalur hukum.” Ayatullah Khamenei menegaskan, “Saya pun tak akan mengizinkan proses selain hukum.”

Di penghujung pidatonya, Ayatullah Khamenei mengungkap konspirasi upaya media dan negara-negara Barat dalam mengintervensi proses sebelum dan setelah pemilu di Iran. Dikatakannya, “Sebelum pemilu, media massa dan pemerintah-pemerintah Barat meragukan pelaksanaan pemilu di Iran dengan tujuan meminimalkan peran masyarakat dalam pemilu. Hasil pemilu yang ada sudah diprediksikan oleh mereka. Namun mereka tidak menduga partisipasi luas masyarakat yang mencapai hingga 85 persen yang setara dengan sekitar 40 juta warga.” Setelah pemilu, sekelompok warga memprotes kekalahan kandidat pilihannya. Sejumlah negara Barat pun melakukan intervensi urusan dalam negeri Iran dengan alasan mendukung demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Ayatullah Khamenei mengatakan, “Sejumlah negara Barat ketika menyaksikan sekelompok pemrotes hasil pemilu, tiba-tiba menemukan peluang. Peluang ini pun digunakan semaksimal mungkin untuk ditunggangi.”

Pembelaan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan alasan lawas Barat untuk mencampuri urusan internal negara-negara independen. Namun Ayatullah Khamenei kembali mengingatkan arogansi AS dan sejumlah negara Eropa di Irak dan Afghanistan . Beliua juga menyebut Washington dan sekutu-sekutunya sebagai pelanggarbesar hak-hak asasi manusia. Ditegaskannnya, “Republik Islam Iran adalah negara pengibar bendera hak-hak asasi manusia di dunia…Kami tidak membutuhkan nasehat pihak manapun dalam masalah hak asasi manusia.”

Media-media massa Barat sepertinya lupa bahwa meski masyarakat berbeda pendapat dalam berbagai masalah, namun mereka tetap berkomitmen dengan prinsip Republik Islam Iran dan kepentingan nasional negara ini. Ayatullah Khamenei juga menyatakan bahwa perselisihan pendapat adalah suatu hal yang wajar. Dikatakannya, “Seseorang di tengah masyarakat dengan berbagai perbedaan merasakan adanya komitmen bersama yang berfungsi untuk menjaga negaranya.” (irib)

Tidak ada komentar: