Kehendak Rakyat Ditentukan Kotak Suara, Bukan Aksi Jalanan Hari Jum'at, 19 Juni 2009, kota Tehran menjadi saksi sebuah pertemuan akbar bernuansa maknawiyah yang menebar aroma Imam Mahdi (as), yaitu shalat Jum'at yang dipimpin oleh Wali Faqih, Ayatollah Al-Udzma Sayyid Ali Khamenei. Dalam khotbah Jum'at di depan lautan jamaah yang memenuhi komplek Universitas Tehran dan jalan-jalan di sekitarnya, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyampaikan khotbah bersejarah yang mengukuhkan persatuan bangsa.
Setelah menyampaikan pesan taqwa beliau menjelaskan tentang dzikrullah, berharap kepada pertolongan Allah dan sakinah atau ketenangan hati sebagai faktor utama yang menyelamatkan bangsa Iran dari terpaan badai dahsyat dan beragam peristiwa besar yang mewarnai negeri ini dalam tiga puluh tahun sejak kemenangan revolusi Islam.
Pemimpin yang lazim disebut Rahbar ini menguraikan berbagai dimensi pemilihan umum presiden 12 Juni lalu dan rangkaian peristiwa yang terjadinya setelahnya. Beliau mengatakan, "Partisipasi rakyat yang tanpa tanding dan epik yang mereka ciptakan pada tanggal 22 Khordad (12 Juni 2009) adalah pentas besar kepercayaan, harapan, dan semangat bangsa.
Peristiwa ini ibarat gempa dahsyat yang mengguncang arena politik musuh, sementara bagi para pencinta Iran dan revolusi Islam peristiwa ini adalah pesta yang bersejarah. Masing-masing dari 40 juta warga yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum telah memberikan suaranya kepada Imam Khomeini, revolusi Islam dan para syuhada. Keempat kandidat yang bersaing adalah bagian dari pemerintahan Islam. Masalah yang muncul hendaknya diselesaikan dan ditindaklanjuti lewat jalur undang-undang yang jelas."
Pada khotbah kedua yang berkali-kali diiringi oleh gema takbir para hadirin, Ayatollah Al-Udzma Khamenei membagi pembahasan ke dalam tiga kategori; topik yang berhubungan dengan masyarakat secara umum, topik yang terkait para calon presiden dan para tokoh politik, serta pembahasan ketiga yang berkenaan dengan para pemimpin negara-negara arogan Barat.
Beliau menyampaikan rasa penghargaan yang dalam kepada rakyat Iran yang mukmin atas partisipasi luas masyarakat dalam pemilu presiden periode kesepuluh yang diikuti oleh hampir 40 juta warga Iran. Partisipasi besar itu beliau sebut sebagai pentas yang mempertontonkan rasa tanggung jawab dan animo besar untuk berbuat bagi negara. Rahbar menambahkan, "Epik penuh gelora ini bermakna pengungkapan ekspresi dukungan penuh dan serentak dari rakyat Iran kepada pemerintahan Islam. Partisipasi 85 persen warga pemilik hak pilih dalam pemilu adalah peristiwa yang jarang ditemukan padanannya, dan ini menunjukkan kemurahan dan karunia Allah serta perhatian Imam Mahdi (as) kepada bangsa Iran dan pemerintahan Republik Islam."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyebut keikutsertaan para pemuda dengan penuh antusias di seluruh penjuru negeri pada pemilihan presiden periode kesepuluh sebagai manifestasi dari kelanjutan komitmen berpolitik dan rasa tanggung jawab yang dulu ada pada generasi awal revolusi yang terus mengalir pada gerenasi muda saat ini. Beliau menandaskan, "Secara tulus dan dari lubuk hati yang dalam saya salut dan tunduk di depan keagungan bangsa Iran dan anak-anak muda kita."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung keberagaman aliran politik di tengah masyarakat Iran, seraya menjelaskan, "Di balik perbedaan pandangan masyarakat, rasa komitmen bersama untuk mempertahankan negara dan pemerintahan Islam nampak menggelora. Hal itu jelas terlihat dari kehadiran warga, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga dari berbagai golongan madzhab dan agama, warga desa dan kota, semuanya terlibat dalam mengukir peristiwa besar membanggakan ini yang ibarat gempa dahsyat telah mengguncang musuh. Namun bagi para pencinta bangsa Iran di seluruh dunia, peristiwa ini adalah pesta yang sebenarnya dan bersejarah."
Menurut beliau, partisipasi 40 juta warga pada pemilu 12 Juni adalah gerakan umum bangsa Iran dalam mengekspresikan kesetiaan kepada Imam Khomeini, revolusi dan para syuhada. Beliau mengatakan, "Gerakan kolosal ini telah menyuntikkan semangat baru bagi pemerintahan Islam ini untuk terus melangkah ke arah kemajuan dan kemuliaan. Pemilu ini telah menunjukkan kepada musuh-musuh negara ini akan makna hakiki dari demokrasi agama."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menilai kehadiran warga di tempat-tempat pemungutan suara yang dibarengi dengan kepercayaan, kebebasan, optimisme dan keceriaan nasional, sebagai jawaban telak bangsa ini terhadap propaganda miring media-media kaum arogan dunia. Beliau menambahkan, "Kepercayaan rakyat kepada pemerintahan Islam yang merupakan kekayaan terbesar Republik Islam, pada tanggal 12 Juni kembali menampakkan wujudnya. Musuh-musuh Islam dan Iran dengan menebar isu dan keraguan tentang pemilu berupaya menggoyahkan kepercayaan rakyat. Mereka berharap, dengan menurunnya partisipasi rakyat, kredebilitas negara ini menjadi layak untuk dipersoalkan. Jika target ini bisa tercapai, maka tak ada petaka dan kerugian yang bisa dibandingkan dengannya."
Rahbar mengingatkan kembali propaganda gencar yang dilancarkan arogansi dunia sejak beberapa bulan yang lalu tentang kecurangan dalam pemilu 12 Juni di Iran. "Dalam pidato awal Farvardin (21 Maret) di kota Mashad, saya telah mengingatkan rekan-rekan di dalam negeri untuk tidak mengulangi kata-kata musuh tentang kecurangan pada pemilu. Sebab, dengan cara itu musuh berusaha melemahkan kepercayaan rakyat yang telah diperoleh pemerintahan Islam dan para pejabat negara ini dalam tiga puluh tahun dengan susah payah," kata beliau mengimbuhkan.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa kompetisi antara para kandidat presiden berlangsung bebas dan sengit pada masa kampanye, termasuk yang nampak pada acara debat ketika para kandidat berbicara secara transparan dan jelas di layar televisi. Beliau menambahkan, "Persaingan sengit itu terjadi antara empat kandidat terhormat yang kesemuanya adalah bagian dari pemerintahan Islam. Akan tetapi media-media massa yang umumnya dimiliki kalangan zionis yang bengis, lewat kebohongan yang ditebarnya berusaha mengesankan bahwa persaingan ini adalah pertarungan antara kubu pro melawan kontra pemerintahan Islam di Iran."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menjelaskan bahwa beliau mengenal keempat kandidat presiden dari dekat. Beliau mengatakan, "Salah satu kandidat adalah presiden yang benar-benar abdi rakyat, pekerja keras, dan terpercaya. Kandidat berikutnya adalah orang yang pernah menjabat sebagai perdana menteri selama delapan tahun selama saya bertugas sebagai presiden. Kandidat presiden lainnya adalah sosok figur yang pernah menjabat sebagai panglima pasukan garda revolusi Islam (sepah-e pasdaran) dan salah satu komandan inti dalam perang pertahanan suci. Calon presiden keempat adalah orang yang pernah duduk di pucuk pimpinan parlemen dalam dua periode. Semua itu menunjukkan bahwa keempat calon presiden adalah orang-orang yang berada dalam tubuh pemerintahan Islam, dan persaingan di antara mereka tidak seperti yang didengungkan oleh mesin-mesin propaganda keji zionis, Amerika dan Inggris, tetapi persaingan dalam tubuh pemerintahan Islam."
Rahbar menyinggung adanya perbedaan keempat kandidat dalam pandangan, perspektif politik dan agenda kerja, seraya menegaskan, "Perbedaan pandangan ini adalah perbedaan dalam lingkup negara. Saya memang meyakini di antara mereka ada yang lebih layak untuk mengabdi kepada negara. Akan tetapi pendapat dan pandangan pribadi tidak akan saya sampaikan kepada masyarakat. Selain itu, tak ada alasan yang mengharuskan masyarakat untuk mengikuti pendapat saya. Sebab pemilihan umum adalah milik rakyat semua. Merekalah yang berhak menentukan hasilnya."
Di bagian lain khotbahnya, beliau mengangkat masalah debat kandidat di televisi seraya menyebutnya sebagai inovasi yang penting dan menarik. "Debat yang terbuka, sengit dan transparan akan mematahkan propaganda miring pihak asing yang berusaha mengesankan pemilu di Iran sebagai persaingan yang tidak faktual," ujar beliau.
Rakyat Iran, menurut Rahbar, dengan menyaksikan debat dan beragam acara kampanye dapat mengambil keputusan. Rakyat meyakini bahwa dalam pemerintahan Islam tidak ada istilah orang dalam dan orang luar. Pemerintahan Islam tidak memandang rakyat umum sebagai pihak di luar sistem ini. Rakyat memiliki hak untuk menentukan pilihan.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa debat terbuka menghasilkan beberapa poin positif diantaranya mengembangkan kemampuan daya pikir dan kematangan dalam mengambil keputusan. Beliau menyebutkan bahwa suasana debat selama masa kampanye telah merambah jalan-jalan dan masuk ke rumah-rumah warga. Beliau menambahkan, "Saya yakin bahwa peningkatan jumlah orang yang menggunakan hak pilihnya sampai 10 juta orang di banding rata-rata periode sebelumnya dipicu oleh keterlibatan masyarakat dalam berpikir tentang pemilu. Inilah yang mendorong masyarakat ikut berpartisipasi dalam pemilu. Karena itu, dari sisi ini, debat kandidat layak dipuji."
Beliau bahkan memandang fenomena dialog di tingkat pejabat sebagai hal yang baik dan lazim. "Debat dan dialog ini perlu dilanjutkan dengan menghilangkan poin-poin buruknya. Dengan demikian, semua orang dan para pejabat akan terus berhadapan dengan kritik dan harus menjawab kritikan terhadapnya," tandas beliau.
Ayatollah Al-Udzma Khamenei lebih lanjut menyebutkan beberapa poin negatif dari perdebatan yang ada, seperti munculnya api permusuhan, pengungkapan isu-isu infaktual, ketidakmatangan pihak terkait dalam mengurai pembicaraan, serta amarah dan emosi yang mudah terpancing. Poin-poin negatif itulah yang tidak beliau inginkan. Rahbar menambahkan, "Amat disayangkan, perdebatan ini terkadang berubah menjadi ajang untuk saling menjatuhkan. Ada yang menutup-nutupi pengabdian besar pemerintah saat ini, ada pula yang menutup mata dari rapor kinerja pemerintahan yang lalu. Hal itu menimbulkan emosi dan sentimen di hati para pendukung masing-masing kandidat."
Beliau menegaskan bahwa kedua pihak telah melakukan kesalahan dalam debat kandidat. "Satu pihak secara terbuka melontarkan tuduhan-tuduhan memalukan dan tak semestinya terhadap orang yang secara hukum sedang menjalankan tugas sebagai presiden. Dengan membawakan data-data palsu ia menuduh presiden yang dipilih oleh rakyat sebagai pendusta dan pemuja khurafat. Tindakan seperti itu jelas melecehkan hukum, etika dan prinsip kejujuran. Di lain pihak, terjadi kesalahan yang serupa. Keberhasilan yang dicapai revolusi Islam dalam 30 tahun diremehkan. Tokoh-tokoh yang telah mengabdikan hidupnya kepada negara ini digunjingkan. Tuduhan yang belum pernah dibuktikan secara hukum diungkap secara terbuka," keluh beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut nama Hashemi Rafsanjani dan Nateq Nuri, dua figur penting revolusi Islam yang namanya dicatut dalam debat kandidat presiden. Beliau mengatakan, "Memang tak ada yang menyebut kedua orang itu telah melakukan korupsi. Meski demikian, jika ada yang menuduh sanak keluarga atau orang-orang dekat mereka melakukan tindak pidana korupsi silahkan membuktikannya secara hukum. Publikasi masalah seperti ini yang belum dibuktikan hanya akan menimbulkan penafsiran yang bukan-bukan di benak masyarakat khususnya generasi muda."
Beliau menyatakan bahwa sejak lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengenal Hashemi Rafsanjani dan jasanya kepada revolusi dan negara. "Hashemi Rafsanjani di masa perjuangan dulu di zaman kekuasaan rezim Shah termasuk pejuang yang paling inti dan paling gigih. Setelah kemenangan revolusi, ia menjadi figur yang sangat menentukan bersama Imam Khomeini. Beberapa kali ia melangkah sampai di ambang kesyahidan. Setelah Imam Khomeini wafat hingga saat ini, Rafsanjani selalu mendampingi Pemimpin Revolusi," jelas beliau.
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menambahkan, "Sebelum kemenangan revolusi Islam, Hashemi Rafsanjani membelanjakan hartanya untuk perjuangan. Dalam kurun tiga puluh tahun terakhir, ia duduk di sejumlah posisi penting dan dalam masa-masa kritis ia mengabdi kepada revolusi dan Negara. Tidak pernah ia memanfaatkan revolusi untuk menumpuk kekayaan pribadi. Rakyat harus mengetahui masalah ini dengan benar."
Lebih lanjut beliau mengakui adanya perbedaan pendapat antara beliau dengan Hashemi Rafsanjani dalam berbagai masalah. Namun perbedaan pandangan itu wajar dan jangan sampai masyarakat mengambil kesimpulan yang keliru.
Rahbar mengakui bahwa sejak empat tahun lalu, antara Ahmadinejad yang terpilih sebagai presiden waktu itu dan Hashemi Rafsanjani terdapat perbedaan pandangan menyangkut kebijakan luar negeri, pelaksanaan program keadilan sosial, dan sejumlah masalah di sektor budaya. "Pandangan presiden lebih dekat dengan pandangan saya," kata beliau.
Mengenai Nateq Nuri, Rahbar menyebutnya sebagai salah satu tokoh penting yang secara tulus mengabdi kepada revolusi. "Tak ada kata ragu akan kesetiaan Nateq Nuri kepada negara dan revolusi Islam," tegas beliau.
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menekankan bahwa sisi-sisi negatif harus dihapuskan dari debat kandidat. Beliau menyatakan, "Sejak hari-hari masa debat kandidat itu, saya telah mengingatkan Presiden sebab saya tahu presiden akan melaksanakannya."
Mengenai tindak pidana korupsi beliau menegaskan, bahwa tak ada yang mengingkari adanya tindak pidana korupsi dan penyelewenangan keuangan negara di sini. "Jika tak ada tindak pidana korupsi di negara ini, tentu beberapa tahun yang lalu saya tidak akan menulis surat delapan pasal tentang korupsi kepada pimpinan tiga lembaga negara. Tapi tak diragukan bahwa Republik Islam Iran termasuk salah satu sistem kenegaraan dan sosial di dunia yang paling sehat. Data yang dikeluarkan oleh lembaga zionis jangan sampai dijadikan dasar untuk menuduh adanya korupsi besar-besaran di negara ini, atau sebaliknya tanpa alasan yang tidak benar orang satu pejabat tertentu dituduh dengan tuduhan korupsi."
Beliau lebih lanjut menyimpulkan pembicaraannya dalam kaitan ini dan mengatakan, "Rakyat Iran pada tanggal 12 Juni telah mengukir peristiwa bersejarah. Namun sebagian kalangan yang memusuhi bangsa ini berusaha mengubah loyalitas kepada pemerintahan Islam ini menjadi kegagalan nasional. Mereka menebar isu yang meragukan kebenaran pemilu. Tujuannya adalah untuk mencegah tercatatnya partisipasi terbesar dalam sistem demokrasi dunia ini atas nama bangsa Iran. Namun fakta ini telah dicatat dalam sejarah, dan tak bisa diingkari."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei kepada rakyat Iran mengatakan, "Mereka yang ikut berpartisipasi dalam pemilu dan memberikan suaranya kepada salah satu dari empat kandidat, semua telah memberikan suaranya kepada pemerintahan Islam dan revolusi ini. Insya Allah, mereka akan mendapat pahala Ilahi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa revolusi Islam ini didukung oleh 40 juta suara, bukan hanya 24,5 juta suara yang diperoleh presiden terpilih."
Rahbar menegaskan kembali bahwa rakyat Iran menaruh kepercayaan kepada pemerintahan. Namun sebagian pendukung kandidat presiden harus tahu bahwa Republik Islam bukan negara yang mau mengkhianati suara rakyat. Mekanisme pemilihan umum di negara ini telah dibuat sedemikian rupa sehingga tak mungkin terjadi kecurangan apalagi sampai berjumlah 11 juta suara.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menambahkan, "Meski demikian, saya telah menginstruksikan kepada Dewan Garda Konstitusi untuk menindaklanjuti pengaduan pihak yang merasa ada kecurangan. Jika perlu melakukan penghitungan ulang sejumlah kotak suara hendaknya dilakukan dengan disaksikan oleh utusan dari masing-masing kandidat."
Beliau menyatakan bahwa pengaduan terhadap proses pemilu bisa dilakukan lewat jalur dan aturan yang ada. "Saya tidak akan tunduk pada tekanan untuk melakukan hal-hal yang tidak legal. Dalam setiap pemilu mesti ada yang menang dan ada yang yang gagal. Jika hari ini kita melakukan tindakan yang menyalahi aturan, maka ke depan tidak ada lagi pemilu yang bisa dipercaya," tegas beliau.
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyebut undang-undang yang mengatur pengaduan pemilu di Iran sebagai undang-undang yang lengkap. Beliau mengatakan, "Undang-undang telah membuka pintu bagi para kandidat untuk mengawasi dan mengajukan pengaduan. Semua hal harus dilakukan lewat jalur yang benar."
Pemimpin Besar Revolusi Islam dalam khotbah Jum'at ini lebih lanjut mengarahkan pembicaraan kepada kalangan politikus, para kandidat, dan tokoh partai politik. Beliau mengatakan, "Hari ini adalah masa-masa yang sensitif dalam sejarah negara ini. Lihat apa yang terjadi di dunia, di kawasan Timur Tengah, di negara-negara tetangga, juga kondisi ekonomi dunia saat ini. Karena itu kita semua harus waspada saat berada pada masa yang genting seperti ini, dan jangan sampai melakukan kesalahan."
Seraya menyatakan bahwa rakyat telah melakukan tugasnya dengan baik dalam pemilu, Rahbar menandaskan, "Para aktivis politik dan mereka yang relatif bisa memengaruhi opini umum hendaknya berhati-hati dalam berbicara dan bertindak. Sebab, sedikit saja mereka bersikap ekstrim, akan muncul gelombang ekstrimisme di tengah masyarakat yang dapat membawa negara ini ke dalam kondisi genting dan berbahaya. Jika itu terjadi, mereka tak akan bisa mengatasinya."
Menyinggung bahwa ekstrimisme akan melahirkan ekstrimis tandingan, beliau menegaskan, "Jika elit politik hendak mengabaikan hukum, maka mau tidak mau, mereka harus bertanggung jawab atas darah, kerusuhan dan kekacauan yang terjadi."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menambahkan, "Saya mengimbau rekan-rekan lama dan saudara-saudara sekalian untuk bersikap lapang dada dan menahan diri. Sadarilah dan jangan lalai akan adanya tangan-tangan musuh dan serigala-serigala buas yang sekarang sedikit demi sedikit mulai menyingkap wajah asli dan menanggalkan basa-basi diplomasi."
Seraya mengingatkan para elit politik agar memikirkan tanggung jawab mereka kelak di hadapan Allah, beliau mengatakan, "Saudara-saudaraku, ingatlah kembali wasiat terakhir Imam Khomeini (ra) yang menegaskan bahwa hukum adalah penyelesai akhir bagi setiap masalah."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan bahwa kotak suara pemilihan umum adalah penentu segala perselisihan politik. Beliau menjelaskan, "Pemilihan umum diadakah untuk mengetahui apa yang diinginkan rakyat lewat suara mereka, bukan lewat aksi di jalan-jalan."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei mengingatkan, "Jika setiap pemilu bakal disusul dengan aksi turun ke jalanan oleh kubu yang kalah, sebaliknya pihak yang memenangi pemilu membalas dengan mengerahkan para pendukungnya untuk unjuk kekuatan, lantas buat apa pemilu dilaksanakan? Selain itu apa dosa rakyat sehingga pekerjaan dan kehidupan mereka harus terganggu karena tindakan kita?"
Menyinggung demonstrasi jalanan yang marak belakangan ini, beliau mengingatkan bahwa aksi mobilisasi massa seperti ini mudah dimanfaatkan oleh anasir teroris untuk melakukan aksi terror. Beliau mengatakan, "Jika di sela-sela konsentrasi massa ini terjadi tindakan teror, siapakah yang lantas bertanggung jawab? Siapa yang bertanggung jawab atas tewasnya warga sipil atau aktivis Basij dalam beberapa hari ini? Siapa yang bertanggung jawab atas aksi itu dan reaksi atas terjadinya teror ini?"
Rahbar menyampaikan kritiknya yang keras terhadap rangkaian peristiwa yang terjadi khususnya serangan terhadap asrama Universitas Tehran. Beliau mengatakan, "Orang akan sedih menyaksikan terjadinya serangan terhadap asrama universitas Tehran dan pemukulan terhadap para mahasiswa yang mukmin dengan mengatasnamakan pembelaan kepada Pemimpin Revolusi Islam."
Beliau lebih lanjut menegaskan bahwa aksi unjuk kekuatan di jalan-jalan pasca pemilu sama dengan menolak pemilu dan demokrasi. "Saya minta kepada semua pihak untuk mengakhiri cara-cara yang salah ini. Jika tidak, mereka harus menanggung sendiri akibat dari kekacauan yang ditimbulkannya."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menandaskan, "Sebagian pihak mengira bahwa dengan mengerahkan massa di jalan-jalan mereka dapat menekan pemerintahan dan para pejabat tinggi negara akan terpaksa mengabulkan tuntutan mereka demi kemaslahatan. Tapi saya tidak akan tunduk pada tekanan ini, sebab mengambil langkah yang ilegal adalah awal dari kediktatoran."
Beliau menambahkan, "Anggapan seperti itu jelas keliru. Jika anggapan itu lantas memicu tindakan yang salah, maka mereka yang berada di balik layar itulah yang harus bertanggung jawab atas akibatnya. Jika perlu, nanti di saat yang tepat masyakarat akan mengenal siapa mereka."
Rahbar mengimbau semua kalangan untuk menjalin persaudaraan dan kesepahaman serta bersama-sama menghormati hukum. "Jalur hukum, persaudaraan dan persahabatan tetap terbuka. Saya berharap, semuanya melangkah di jalan ini, dan bersama-sama memeriahkan pesta 40 juta suara rakyat ini. Jangan biarkan musuh merusak keceriaan pesta besar kita," imbau beliau.
Beliau memperingatkan, jika masih ada yang nekad menempuh jalan yang lain, maka saya akan berbicara kepada masyarakat dengan lebih transparan.
Di bagian lain khotbahnya, Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyinggung pernyataan sejumlah pimpinan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, seraya mengatakan, "Sebelum berlangsungnya pemilu, media massa dan para pemimpin negara-negara Barat berusaha menebar keragu-raguan soal pemilu dengan tujuan melemahkan partisipasi masyarakat. Partisipasi 40 juta warga yang memberikan suara dalam pemilu, menyentak media dan para pemimpin Barat. Peristiwa besar ini menunjukkan kepada mereka akan babak baru dalam sejarah Republik Islam Iran, dan tak ada jalan bagi mereka kecuali menerima kenyataan ini."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menambahkan, protes dari sejumlah pihak di dalam negeri pasca pemilu, dipandang oleh Barat sebagai peluang yang harus dimanfaatkan. Retorika mereka pun berubah dan secara perlahan kedok yang menutupi wajah mereka pun disingkap.
Beliau menjelaskan, di awal pekan, sejumlah pemimpin dan pejabat tinggi Barat menunjukkan sikap yang bermusuhan dengan negara Islam ini, dan yang paling keji adalah sikap pemerintah Inggris.
Terkait pernyatan sejumlah petinggi AS yang mengaku menantikan terjadinya kerusuhan di Iran dan turunnya massa ke jalan-jalan, Rahbar menegaskan, "Pernyataan seperti ini disampaikan ketika mereka di satu sisi mengirimkan surat yang mengaku menghormati dan ingin menjalin hubungan dengan Republik Islam Iran. Manakah yang bisa dipercaya, pernyataan itu atau surat ini?"
Ayatollah Al-Udzma Khamenei mengungkapkan, "Seiring dengan itu, di dalam negeri sejumlah anasir yang berperan sebagai antek asing menggelar operasi pengerusakan, pembakaran, perampokan, dan menebar ketidakamanan. Tentunya, aksi-aksi merusak seperti ini tidak ada kaitannya dengan rakyat dan pendukung kandidat peserta pemilu. Aksi itu dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak menginginkan kebaikan untuk rakyat Iran dan boneka yang bermain untuk kepentingan dinas-dinas intrelijen Barat dan Zionis."
Beliau menekankan, "Kondisi ini membuat musuh berpikir bisa melahirkan revolusi beludru di Iran, seperti yang dilakukan oleh konglomerat zionis di sejumlah negara kecil dengan hanya berbekal dana 10 juta dolar. Masalah utama musuh-musuh Iran adalah mereka tidak mengenal bangsa ini."
Dalam hal ini, yang paling busuk adalah sikap para petinggi AS yang menyatakan simpati dengan kondisi hak asasi manusia di Iran. Menurut Rahbar, mereka yang melakukan kejahatan besar di Afganistan dan Irak serta mengucurkan bantuan finansial dan politik kepada rezim zionis Israel tidak berhak berbicara soal HAM.
Pemimpin Besar Revolusi Islam mengingatkan kembali peristiwa pembunuhan massal 80 orang anggota sekte Davidian yang terjadi di AS pada masa kepresidenan Bill Clinton. Rahbar mengatakan, "Kalian yang telah membakar hidup-hidup 80 orang, termasuk perempuan, laki-laki dan anak kecil, apa yang kalian ketahui tentang hak asasi manusia?"
Beliau menyatakan, sebagai negara yang mengangkat panji pembelaan terhadap HAM dan hak orang-orang tertindas, Republik Islam Iran tak memerlukan nasehat Dunia Barat. Sebaliknya, para pemimpin Eropa dan Amerika sudah seharusnya merasa malu dan mengakhiri sikap-sikap yang anti HAM.
Di akhir khotbah kedua, Ayatollah Al-Udzma Khamenei meminta doa dari Imam Mahdi (as) dan menyatakan ikrar akan terus berjuang demi Islam dengan siap mengorbankan jiwa, raga dan kehormatan.
Pemimpin Besar Revolusi Islam pada khotbah pertama menyeru jemaah Jum'at untuk selalu mengingat Allah. Beliau mengatakan, "Di saat-saat genting ketika hati dipenuhi oleh kegelisahan dan kecemasan, dzikrullah dan berharap kepada terwujudnya janji Allah adalah benteng paling baik. Dengan demikian, Allah Swt akan menurunkan sakinah dan ketenangan ke dalam hati kaum Mukmin, dan itulah yang akan membuatnya kokoh dan mantap dalam melangkah."
Seraya menyinggung berbagai peristiwa besar yang terjadi sepanjang sejarah revolusi Islam, beliau menandaskan, "Peristiwa-peristiwa besar itu ibarat badai dahsyat yang masing-masing dapat menghancurkan sebuah bangsa dan negara. Akan tetapi bahtera revolusi Islam tetap kokoh berkat keimanan dan tekad kuat rakyatnya yang mukmin. Ini menandakan bahwa Allah menurunkan rahmat dan anugerahNya kepada bangsa ini."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyebut takabur dan lalai kepada Allah dapat menjadi faktor terhentinya curahan rahmat Ilahi. Beliau mengatakan, "Semua orang harus waspada, jangan sampai emosi di panggung politik dan dialog bebas yang lazim terjadi di sebuah negara memalingkan kita dari dzikrullah dan tujuan utama kita."
Seraya menjelaskan keimanan dan semangat spiritual para pemuda, beliau berpesan kepada seluruh rakyat khususnya generasi muda untuk memanfaatkan secara penuh kesempatan spiritual yang ada, seraya mengatakan, "Tak lama lagi bulan Rajab akan tiba. Doa-doa bulan ini yang merupakan lautan makrifat, hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin."