KITA ada di suatu zaman yang benar-benar dipenuhi paradoks. Survey statistik mengenai kebahagiaan menunjukkan 90% orang yang sukses secara materi tidak bahagia. Richard Gene Niemi, John Mueller dan Tom W Smith dalam Trends in Public Opinium: A Compendium of Survey Data 1998 melaporkan bahwa “Kenaikan penghasilan 250% dalam empat dekade terakhir di Amerika ternyata tidak menambah kebahagiaan dan kepuasan hidup mereka, malah menurunkannya.
Kompetisi dan pengejaran sukses yang berdasarkan nilai-nilai materialisme terbukti membawa manusia pada kehampaan dan kesuksesan palsu. Mereka membawa manusia modern kehilangan makna, “too busy to love, too busy to care” dan Dysthymia.
Pembinaan silaturahim yang tulus dan ikhlas membuat kemakmuran dapat dicapai tanpa harus mengorbankan kebahagiaan spiritual. Silaturahim membuat kita lebih kaya dan makmur, baik secara jasmaniah maupun ruhaniah.
Seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw, ”Aku ingin Tuhanku menyayangiku.” Beliau bersabda, “Sayangilah dirimu dan sayangilah semua makhluk Tuhan. Nanti Tuhan akan menyayangimu”. Dalam sebuah riwayat lain dikatakan, ”Demi Yang diriku di tangan-Nya, tidak akan masuk surga orang yang tidak menyayangi.” Para Sahabat berkata, “Kami semua ini orang yang menyayangi” Rasulullah bersabda,” Tidak, sebelum kamu menyayangi seluruh makhluk.”
Lebih jauh Quran memerintahkan kita untuk memelihara rasa sayang kita secara lebih khusus pada keluarga:” Yaa ayyuhan naasut taquu rabbakumulladzi khalaqakum min nafsin waahidah wa khalaqa minhaa zaujahaa wa batstsa minhuma rijaalan katsiiran wa nisaa’an wattaqullaahalladzii tasaa’aluuna bihi wal arhaama, innallaaha kaana ‘alaikum raqiibaa.” (Hai sekalian manusia, bertaqwalah kamu kepada Tuhamnu yang telah menciptakan kamu daripada satu diri, dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya, dan memperkembangbiakkan dari keduanya lelaki dan perempuan yang banyak, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu sangat meminta dengan [menyebut nama]Nya, dan [peliharalah hubungan] keluarga. Sesungguhnya Allah adalah sangat memperhatikan kamu.)
Yang diperoleh seseorang melalui silaturahim
Banyak hadis mengatakan pentingnya silaturahim, di antaranya: Bertakwalah kepada Allah dan sambungkan kekeluargaan silaturahim itu lebih mengekalkan kamu di dunia dan kebaikan di akhirat (Kanzul ‘Ummal, 6911).
“Silaturahim membuat keluarga makmur, menambah umur, walaupun pelakunya bukan orang-orang baik” (Al-Bihar, 74:94).
“Ada satu kaum yang termasuk orang-orang durhaka, bukan orang-orang saleh. Mereka menyambungkan kekeluargaan kemudian harta mereka bertambah, usia mereka panjang. Apalagi sekiranya mereka itu orang yang salah dan baik-baik” (Al-Bihar, 74:126).
“Silaturahim dan kebajikan meringankan hisab (pemeriksaan Tuhan) dan membersihkan dosa. Sambungkanlah persaudaraan kamu, berbuat bajiklah kepada saudara-saudaramu walaupun dengan salam yang bagus atau sekadar memberikan jawaban” (Al-Bihar, 74:131).
Jika memutus silaturahim
“Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga: orang yang terus menerus minum minuman keras, orang mukmin yang melakukan sihir, dan yang memutuskan silaturahim” (Al-Bihar, 74:90).
“Sesungguhnya rahmat Allah tidak turun kepada satu kaum yang didalamnya ada orang yang memutuskan silaturahim” (Kanzul Ummal, 6978).
Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib as berdoa: “Aku berlindung kepada Allah dari dosa yang mempercepat kebinasaan.” Abdullah bin Al-Kawwa bertanya: “Ya Amirul Mukminin, apakah ada dosa yang mempercepat kebinasaan?” Beliau menjawab:”Betul, memutuskan silaturahim”.
Untuk memahami konteks silaturahim yang lebih luas, adalah menarik untuk mengutip salah satu penafsiran dari Muhsin Qara’ati tentang QS Ar-Ra’du Ayat 21: Walladziina yashiluuna maa amarallahu bihii an yuushala… (Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan …), sebagai ciri Ulul Albab.
Menurut Beliau, selain ikatan kekeluargaan, kita juga wajib senantiasa memelihara beberapa hubungan berikut ini:
1. Hubungan keilmuwan dengan para ilmuwan dan ulama (“maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahuinya”, QS An Nahl 43).
2. Silaturahim tidak cukup hanya bertatap muka saja. Membantu secara finansial juga bagian dari silaturahim. Ada sebuah hadis mengatakan: “Di dalam harta manusia selain ada kewajiban zakat ada juga hak-hak orang lain yang harus diberikan haknya”.
3. Hubungan multidimensional dengan orang-orang yang beriman (“sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”, QS Al Hujurat 21).
4. Hubungan spiritual dengan wali-wali Allah, (“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik”, QS Al Azhab 21)
Semoga Allah Yang Maharahim senantiasa memberikan kita taufiq, hidayah dan kekuatan untuk senantiasa menghubungkan, memelihara dan menyempurnakan silaturahim kita dari masa ke masa. Amin.
Senin, 06 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar