Minggu, 22 Maret 2009

Pro Dan Kontra Hadis Terpecahnya Umat Islam Menjadi 73 Firqah! (1)


SUMBER: abusalafy.wordpress.com

Oleh Abu Salafy

Demi terealisasinya percek-cokan di antara umat Islam, banyak pihak yang bersemangat menanamkan dalam hati dan pikiran kaum Muslimin dan menghembuskan isu terpecahnya umat Islam menjadi tujuh puluh tiga golongan, sementara yang selamat hanya satu golongan saja. Khususnya setiap kali muncul tanda-tanda menggembirakan adanya kesadaran akan pentingnya perasatuan.

Padahal hadis itu dari sisi sanad maupun kandungannya adalah batil. Hadis inilah di antara yang menyebabkan berjauhannya kelompok-kelompok umat Islam satu dengan lainnya.

Dalam kesempatan ini kami akan terpanggil untuk menguraikan kedudukan hadis ini dari sisi sanad dan matannya dan menjelaskan bahwa tidak semua perbedaan itu terkecam dan tercela dan tidaklah sepatutnya berbedaan dalam furû’ masalah agama menjadikan saling berpecah, bermusuhan dan saling menyesatkan.

Nash hadis tersebut adalah demikian:

افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة ، وتفرَّقت النصارى على اثنتين وسبعين فرقة وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة.

“Kaum Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan. Kaum nashrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan nashrani terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.” [1]

Hadis ini telah diriwayatkan dari berbagai jalur, di bawah ini akan kami sebutkan dengan ringkas berikut komentar tentang kondisi dan statusnya:

(1) Hadis ini diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfû’. Pada jalurnya terdapat perawi bernama Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Alqamah, ia dha’if/lemah.

Yahya ibn Sa’id dan Imam Malik berkata:

ليس هو ممن تريد

“Ia bukan yang engkau buru.”

Ibnu Hibbân berkata:

يخطىء

“Ia sering salah.”

Yahya ibn Main berkata:

ما زال الناس يتقون حديثه

“Orang-orang senantiasa menjauhi hadisnya.”

Ibnu Sa’id juga berkata:

يُسْتَضْعَف

“Ia dilemahkan.”

(2) Hadis ini diriwayatkan juga dari Mu’awiyah secara marfû’. Pada sanadnya terdapat Azhar ibn Abdullah al Huzani –gembong Nawâshib yang tak henti-hentinya mencela dan melecehkan Imam Ali ra., selain itu ia banyak cacat dan celanya-.

Al Azdi berkata, “Para ulama rijâl mencacatnya dan Ibnu al Jârûd memasukkannya dalam kitab adh Dhu’afâ’-nya.”

(3) Hadis ini diriwayatkan juga dari Anas ibn Malik dari tujuh jalur yang semuanya dha’if/lemah, di antara perawinya ada yang kadzdzâb/pembohong besar atau wadhdhâ’/pemalsu hadis atau majhûl/yang tidak dikenal identitas atau kualitas kepribadiannya. [2]

(4) Hadis ini diriwayatkan juga dari ‘Auf ibn Malik secara marfû’. Dan pada sanadnya terdapat Abbâd ibn Yusuf, ia seorang yang dha’if/lemah. Adz Dzahabi memasukkannya dalam daftar parawi lemah dengan nomer urut:2089. [3]

(5) Hadis ini diriwayatkan juga dari Abdullah ibn ‘Amr ibn al ‘Âsh secara marfû’ dalam riwayat at Turmudzi dalam Sunan-nya. Dalam sanadnya terdapat Abdurrahan ibn Ziyâd al Ifrîqi. Ia dha’if/lemah.

(6) Hadis ini diriwayatkan juga dari Abu Umamah secara marfû’ dalam riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab as Sunnah. Pada sanadnya terdapat Quthn ibn Nasîr, ia adalah perawi dhaif dan munkarul hadis/sering terbukti membawa hadis munkar.

(7) Hadis ini diriwayatkan juga dari Abdullah ibn Mas’ud secara marfû’, sebagaimana dalam kitab as Sunnah. Dan pada sanadnya terdapat Aqil al Ja’di. Ibnu Hajar berkata, ‘Bukhari berkata, ‘Ia munkarul hadis/sering terbukti membawa hadis munkar.’” [4]

(8) Hadis ini diriwayatkan juga dari Imam Ali ra., seperti dalam kitab As Sunnah,2/467 hadis no.995. dan dalam sanadnya terdapat Laits ibn Abi Sulaim, ia lemah/dha’if. Kualitasnya sudah dikenal di kalangan para ulama. Ibnu Hajar berkata, “Ia kacau sekali hafalannya sehingga tidak mampu memilah, karenanya ia ditinggalkan.” [5]

Ini dari sisi sanadnya, adapun dari sisi matan dan kandungannya dapat dipastikan ia adalah hadis batil, terlepas dari tambahan yang ada di akhirnya apakah ia:

كلها في النار إلا واحدة

“Semuanya di neraka kecuali satu golongan saja.”

atau:

كلها في الجنة إلا واحدة

“Semuanya di surga kecuali satu golongan saja.”

Terlepas dari itu semua dapat dipastikan hadis tersebut batil, dengan alalan-alasan di bawah ini:

1) Allah berfirman:

{ كنتم خير أمة أخرجت للناس }

“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dipersembahkan untuk umat manusia.”

dan ayat:

{ وكذلك جعلناكم أمة وسطاً }

“Dan demikianlah kami jadikan kalian umat yang pertengahan.”

Ayat-ayat di atas menegasklan bahwa umat Islam adalah sebaik-baik umat dan ia adalah pertengahan, awsath, yaitu paling afdhal dan mulianya umat. Sementara hadis-hadis di atas mengatakan kepada kita bahwa Umat Islam adalah sejelek-jelak umat, paling bejat, dan paling rusak dan termakan fitnah. Kaum Yahudi hanya terpecah menjadi 71 golongan. Begitu juga kaum Nashrani terpecah menjadi 72 golongan. Sementara itu, datanglah umat Rasulullah saw. yang paling mulia justru terpecah menjadi 73 golongan!

Jadi, makna hadis itu adalah batil berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an yang menegaskan keunggulan dan keafdhalan umat Islam!

2) Yang mendukung kebatilan hadis itu adalah bahwa setiap yang mengarang buku tentang firaq/golongan-golongan menyebutkna nama golongan yang berbeda dengan yang disebut oleh penulis lainnya. Dan setiap sa’at bermunculan golongan baru, sehingga membatasinya hanya pada jumlah 73 golongan adalah hal yang tidak dapat diterima.

Sebagai contoh kecil, coba Anda perhatikan yang ditulis oleh Abdul Qahir al Baghdadi dalam kitab al Farqu baina al Firaq (Perbedaan antara Golongan-golongan), ia menyebutkan 73 golongan, sementara itu setelah masa beliau hingga hari ini bermunculan firqah/golongan yang jauh lebih banyak dari yang ia sebutkan. Adapun anggapan bahwa firqah yang akan muncul itu tidak kelaur dari bingkai umum yang sudah ada adalah anggapan tidak berdasar, kenyataan pun menolaknya.

(Bersambung)

_________________________________

[1] HR. Imam Ahmad dalam Musnad,2/332 dan lainnya, Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya hadis no.3993
[2] Baca Shahih Syarhi ath Thahâwiyah; Hasan as Seqaf:317.
[3] Baca Dîwân adh Dhu’afâ’.
[4] Lisân al Mîzân,4/209.
[5] At Taqrîb dengan no.5685.

Pro Dan Kontra Hadis 73 Firqah (2)


SUMBER: abusalafy.wordpress.com

Oleh Abu Salafy

3) Hadis ini, khususnya versi dengan tambahan yang menjadi pegangan kaum Mujassimah (yang meyakini Allah berpostur seperti makhluk) dan kaum Nawâshib (Pembenci keluarga Rasulullah saw.) yaitu dengan tambahan;

كلهم في النار إلا واحدة

“Semua di neraka kecuali satu kelompok saja.”

Hadis dengan versi di atas bertentangan dengan hadis-hadis lain yang sangat banyak jumlahnya yang menegaskan bahwa siapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad saw. adalah Rasul utusan Allah, maka tetap baginya surga walaupun ia harus melalui proses siksa kerena dosa yang pernah ia lakukan di dunia. Di antara hadis-hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya.

إنَّ الله قد حرَّم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka menyentuh orang yang berkata,‘Tiada Tuhan selain Allah’ dengan tulus, tidak mengharap selain kerelaan Allah.” [1]

Dan dalam redaksi Imam Muslim dalam Shahih-nya , 1/63 :

لا يشهد أحد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله فيدخل النار أو تطعمه.

“Tiada seorang bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Aku adalah Rasul utusan Allah, lalu ia masuk neraka atau dilalap api nereka.”

Firqah yang berbeda-beda itu tidak banyak yang dapat dengan pasti dihukumi telah kafir akibat bid’ah yang diyakininya, adapun mayorits dari firqah-firqah itu, seperti Mu’tazilah dan lainnya, tidak dapat dihukumi kafir dan keluar dari Islam akibat perbedaan yang ada, seperti yang dipaksakan oleh sebagian orang yang cupet dan sempit wawasannya! Lalu bagaimana mereka divonis masuk neraka?! Karenanya, sebagian ulama kita, seperti Imam al-Baihaqi dan lainnya menukil ijmâ’ para imam dari kalangan Salaf dan Khalaf bahwa dibolehkan shalat bermakmum di belakang seorang beraliran Mu’tazilah, begitu juga shah pernikahan dengan mereka dan berlaku bagi mereka hukum waris Islami. [2]


4) Matan hadis berpecahnya umat Islam menjadi 73 firqah ini mudhtharib, kacau. Dalam sebagian jalurnya disebutkan demikian:

ألا وإنَّ هذه الأمة ستتفرق على ثلاث وسبعين فرقة في الأهواء

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat ini akan berpecah menjadi 73 firqah dalam hawa nafsu.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim: 69).

Dalam sebagiannya:

فواحدة في الجنة واثنتان وسبعون في النار

“… maka yang satu masuk surga dan 72 lainnya di neraka.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim:63

pada sebagiannya:

لم ينج منها إلا ثلاث

“… Tidak ada yang selamat keculai tiga fiqrah.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim:71)

pada sebagiannya:

كلها في النار إلا السواد الأعظم

“… semua di neraka kecuali as-Sawâd al A’dzam (mayoritas).” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim:68)

dan dalam riwayat Ibnu Hibbân,15/125:

إنَّ اليهود افترقت على إحدى وسبعين فرقة أو اثنتين وسبعين فرقة والنصارى على مثل ذلك.

“Sesungguhnya kaum Yahud berpecah menjadi 71 firqah atau 72 firqah, dam kaum Nashrani juga seperti itu.”

Semantara sebagian lainnya mempermaikan lebih lagi redaksi hadis itu dengan menambahkan pada akhirnya kalimat:

من أخبثها الشيعة

“Yang paling jelek adalah Syi’ah.”

Sementara lainnya menambahkan:

شرهم الذين يقيسون الأمور بآرائهم

“… Yang paling jehat adalah mereka yang mengiaskan perkara dengan pendapat pribadi mereka.”Sebagai kecaman yang mereka tujukan kepada para pengikut Imam Abu Hanifah.

Dalam sebagian riwayat lainnya:

كلهم في الجنة إلا القدرية

“Semuanya masuk surga kecuali Qadariyah.”

Dalam sebagian riwayat lainnya:

إلا الزنادقة

“Kecuali kaum Zindiq.”Demikianlah seterusnya!! Semua itu adalah kepalsuan dan kebohongan semata atas Nabi Mulia Muhammad saw.

Jika Anda cermati redaksi-redaksi seperti di atas itu, pasti Anda dapat mengerti dari mana datangnya hadis-hadis seperti itu, dan di pabrik mana diproduksi.

5) Dan pada sebagian redaksinya, seperti dalam riwayat at-Turmudzi dalam Sunan-nya,5/26 dari Abdullah bin ‘Amr disebutkan:

كلهم في النار إلا ملة واحدة ، قالوا ومن هي يا رسول الله قال : ما أنا عليه وأصحابي

“Semuanya masuk neraka, kecuali satu millah. Mereka bertanya, ‘Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, ‘Yaitu apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.” [3]

Dan dalam riwayatkan lain:

ما عليه الجماعة.

“Yaitu apa yang dijalani oleh jama’ah.”Ucapan di atas adalah ucapan batil dari banyak sisi:

Dari sisi sanad, semuanya lemah, dha’if, seperti telah disebutkan sebelumnya.

Redaksi: ‘Yaitu apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”. Tidak mungkin disabdakan oleh Nabi mulia saw. dengan banyak alasan, kami hanya akan sebutkan satu saja darinya: Sesungguhnya para sahabat telah berpecah di masa kekhalifahan Khalifah keempat, Sayyidina Ali –Karramallahu wajhahu- menjadi tiga kelompok; satu kelompok mendukung Sayyidina Ali, yaitu kelompok yang berada di atas haq berdasarkan nash-nash yang shahih dan tegas. Kelompok kedua, tidak mendukung Sayyidina Ali; Khalifah keempat, tetapi mereka juga tidak mendukung yang memerangi Sayyidina Ali ra., sebagian anasir kelompok di kemudian hari menyesali sikap pasifnya. Dan ketiga, adalah kelompok yang bergabung bersama Mu’awiyah pemimpin kaum pemberontak yang memerangi Khalifah yang sah. Kelompok ini adalah kelompok bâghiyah yang terkecam berdasarkan riwayat Imam Bukhari dalam Shahih-nya:1/541 dan 6/30 dan Imam Muslim dalam Shahih-nya: 4/2235 hadis 2915.

Nabi saw. bersabda:

عمــار تقتله الفئة الباغية يدعوهم إلى الجنة ويدعونه إلى النار

“Ammâr akan dibunuh oleh fi’ah (kelompok) Bâghiyah (yang memberontak tanpa dasar syar’i). Ammâr mengajak mereka menuju surga tetapi mereka mengajak Ammâr menuju neraka.” (HR. Bukhari) [4]

Jadi berdasarkan hadis berpecahnya umat menjadi 73 firqah dengan tambahan bahwa yang selamat adalah: ‘Yaitu apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.’ Dengan kelompok sahabat yang mana yang dipastikan selamat oleh hadis itu?!

Kami perlu katakan di sini, bahwa hadis berpecahnya umat menjadi 73 firqah inilah yang memicu sikap-sikap permusuhan di antara umat Islam, sehingga mareka saling menjauh dan berkeyakinan bahwa kelompok yang berbeda dengannya adalah ahli nereka. Hadis-hadis itu adalah batil, dan tangan-tangan jahat bani Umayyah berperan dalam mengukir kepalsuan itu!

Kami tidak mengingkari bahwa telah terjadi perpecahan di tengah-tengah umat ini dan telah mermunculan firqah-firqah yang saling bertentangan. Akan tetapi kami tidak setuju dengan penyebutan bilangan dan menghitungnya menjadi 73 firqah. Dan kami mengingkari klaim bahwa surga hanya menjadi monopoli satu firqah saja, selainnya adalah penghuni nereka jahannam!

Ini semua, akan memperkeruh perselisihan dan mempertajam perbedaan, sebab semua akan masuk nereka yang masuk surga hanya satu!! Sekali lagi, poin ini yang kami tolak!

(Besambung)

_____________________

CATATAN KAKI

[1] Baca Fathu al-Bari. 3/81 hadis no. 1186

[2] Baca: Mughni al Muhtâj,4/135.

[3] Sunan at-Turmudzi

[4] Dalam hadis di atas, Nabi saw. menyebut kelompok Mu’awiyah sebagai kelompok yang menganjurkan kepada api neraka! Lalu mungkinkah kelompok ini yang akan dijamin masuk surga dan yang dibanggakan Nabi saw. dalam riwayat: ‘Yaitu apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya

Pro dan Kontra Hadis 73 Firqoh (3)


SUMBER: abusalafy.wordpress.com

Oleh Abu Salafy

Pebedaan dan Perpecahan di tengah-tengah Umat Islam.

Adapun tentang perbedaan di antara mazhab-mazhab dan firqah-firqah seputar masalah-masalah furû’ (rincian), baik furû’ dalam akidah maupun furû’ dalam fikih atau masalah-masalah lain, itu semua tidak menyebabkan dibolehkannya bermusuhan, berpecah dan saling menohok. Apa yang dilakukan sebagian orang di masa lalu dan juga sekarang, dengan bersekutu dengan musuh-musuh Allah; saling bermesraan dan mendukung, sementara perbedaan kita dengan mereka itu adalah sangat mendasar dalam dasar,ushûl akidah. Tetapi sangat disayangkan, sebagian dari kita memandang saudara seagamanya sebagai musuh yang harus dieyahkan. Semua ini membuktikan kebodohan tentang agama dan keyakinan tidak lain, atau berkuasanya hawa nafsu dan syahwat jahat dalam jiwa serta kecintaan kepada dunia, atau kerana kedua sebab di atas! Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari kejahatan itu, amîn.

Imam ar-Râghib al-Ishfahâni dalam kitab al-Mufradât-nya menjelaskan:

الاختلاف والمخالفة أن يأخذ كل واحد طريقاً غير الآخر في حاله أو قولـه ، والخلاف أعم من الضد لأنَّ كل ضدين مختلفان وليس كل مختلفين ضدين ، ولما كان الاختلاف بين الناس في القول قد يقتضي التنازع استعير ذلك للمنازعة والمجادلــة.

“Kata الاختلاف والمخالفة maknanya ialah setiap orang mengambil jalan yang berbeda dengan jalan lainnya, dalam keadaan dan pendapatnya. Kata الخلاف memiliki makna lebih umum dari kata الضد (lawan), sebab setiap yang berlawanan pasti berbeda, tetapi tidak setiap yang berbeda itu berlawanan. Dan kerena perbedaan di antara manusia dalam pendapat itu menyebabkan perselisihan, maka kata الاختلاف dipinjam untuk makna perselisihan dan perdebatan.”

Jadi الاختلاف (perbedaan) itu ada yang sah-sah saja dan bahkan terpuji, dan ada juga yang tercela dan dilarang. Dalam Al Qur’an dan Sunnah yang shahihah kedua bentuk itu telah disitir. Di bawah ini, kami akan sebutkan masing-masing dari bentuk الاختلاف itu.

A) Nash-nash yang memuat dibolehkannya ikhtilâf:

Allah Swt. berfirman:

فَهَدَى اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَ اللهُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ

Maka, Allah menunjukkan orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu menunjukkan orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (al-Baqarah: 213)

ما قَطَعْتُمْ مِنْ لينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوها قائِمَةً عَلى أُصُولِها فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَ لِيُخْزِيَ الْفاسِقينَ

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang- orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang- orang fasik. (al-Hasyr: 5)

Dan para sahabat berselisih tentang memotong pohon-pohon dan merobohkan rumah-rumah kaum yahudi bani Nadhîr. Sebagian dari mereka memotong pohon-pohon dan merobohkan rumah-rumah, sementara yang lainnya tidak.

Imam al Mawardi berkata, “Sesungguhnya ayat ini adalah dalil bahwa setiap mujtahid itu benar. Demikian dinukil oleh al Qurthubi dalam tafsirnya,18/8.

Allah Swt. berfirman:

وَ داوُدَ وَ سُلَيْمانَ إِذْ يَحْكُمانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَ كُنَّا لِحُكْمِهِمْ شاهِدينَ * فَفَهَّمْناها سُلَيْمانَ وَ كُلاًّ آتَيْنا حُكْماً وَ عِلْماً

“Dan ( ingatlah kisah ) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing- kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing- masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.” (QS. Al Anbiyâ’:78-79)

Masing-masing dari dua nabi as. Tersebut telah berselisih dalam ketetapan hukum mereka. Yang satu menetapkan hukum yang berbeda dengan yang lainnya.

Dalam Shahih Bukhari,2/436 ada sebuah riwayat dari Ibnu Umar, ia berkata, “Nabi saw. besabda kepada kami sepulang dari perang al Ahzâb [Khandaq]:

لا يصلينَّ أحدٌ العَصْرَ إلاَّ فِي بَنِي قُرَيْظَة.

“Jangan ada seorang pun yang shalat ashar kecuali di kampung bani Quraidhah.”

Lalu sebagian dari mereka menemui waktu ashar di tengah jalan, sebagian dari mereka berkata, ‘Kami tidak akan shalat sebelum kita sampai di sana.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Kita shalat saja di sini, Nabi tidak bermaksud seperti yang kamu pahami. Setelah itu mereka melaporkan kejadian itu kepada Nabi saw., dan beliaupun tidak bersikap kasar kepada mereka semua. Dan tentunya beliau tidak akan membiarkan kebatilan!!

Juga dalam Shahih Bukhari,9/101 hadis no.5062 dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar seorang membaca ayat yang berbeda dengan yang ia dengar langsung dari Nabi saw., ia berkata, ‘Maka aku pegang dia dan aku bawa menemui Nabi saw., kemudian beliau bersabda:

كِلاَكُمَا مُحْسِنٌ.

“Kalian berdua telah berbuat baik.”

Imam Bukhari dalam Shahihnya hadis no.7352, dan Muslim dalam Shahihnya, hadis no.1716 meriwayatkan dari Nabi saw.:

إذا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ ، وَإذَا حَكَمَ فاجتهد ثمَّ أَخْطَأَ فله أجْرٌ .

“Jika seorang hakim menetapkan hukum lalu ia benar maka baginya dua pahala, dan jika seorang hakim menetapkan hukum dan ia bersunguh-sungguh dalam menetapkannya lalu ia salah maka baginya satu pahala.”

Ini bukti bahwa para ulama yang saling berselisih pendapat itulah yang dimaksud dengan sabda beliau: seorang hakim di atas, yaitu seorang faqîh/ ahli fikih yang mujtahid yang memiliki kelayakan dan kemapmpuan dalam meneliti hukum dari sumbernya. Jika ia akan dieberi pahala dalam usahanya itu baik ia benar ataupun salah dalam upayanya mengungkap hukum, sebab motivasi dan tujuannya adalah mencapai kebenaran hukum dan mencari keridhaan Allah. Kendatipun ia berselisih pendapat dengan seorang mujtahid lain dalam menetapkan sebuah hukum ia akan diberi pahala!!

Para sahabat telah berselisih… para pembesar ulama yang disepakati keagungan dan ketaqwaan mereka telah berselisih dalam banyak masalah. Dan itu tidak dapat diajadikan bukti bahwa mereka semua berada di atas kesesatan!!

B) Nash-nash yang Mengharamkan Perselisihan:

Allah Swt. Berfirman:

َان الدين عند الله الأسلام و مَا اخْتَلَفَ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ ما جاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ

“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang- orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.” (QS. Âli Imrân;19)

وَ لا تَكُونُوا كَالَّذينَ تَفَرَّقُوا وَ اخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ ما جاءَهُمُ الْبَيِّناتُ وَ أُولئِكَ لَهُمْ عَذابٌ عَظيمٌ

Dan janganlah kamu menyerupai orang- orang yang bercerai- berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang- orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Alu Imrân;105 ).

وَ اعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَميعاً وَ لا تَفَرَّقُوا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.“ (QS. Ali Imrân;103 )

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Huirairah, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda:

ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كان قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِم وَاخْتِلاَفِهِم عَلَى أنْبِيائِهِم، فَإذَا أَمَرْتُكُم بِشَيْءٍ فَأتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وإذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْئٍ فَدَعُوْهُ.

“Biarkan kau selama aku membiarkan kalian, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu binasa dikarenakan mereka banyak bertanya dan menyalahi para nabi mereka. Karena itu apabila aku perintah kalian dengan sesuatu, maka kerjakan semampu kalian dan apabila aku larang kalian maka tinggalkan.” (HR. Bukhari & Muslim)

Tolok Ukur Perberdaan Yang masih Ditolerir dan Yang Dilarang

Kita dapat menyimpulkan dari ayat di bawah ini:

وَ مَا اخْتَلَفَ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ ما جاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ

“Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.” ( QS. Ali Imrân;19 (

bahwa unsur perbedaan dan perselisihan yang terkecam sebenarnya adalah al baghyu (kedengkian)!! Jika ada keikhlasan, kejujuran dan hati bersih dari kebencian, rasa hasud, zalim, cinta kedudukan, ingin tampil menang dan menekan lawan, dan hati ini menjadi sentral kepedulian kepada kemajuan dan kemaslahatan agama dan menegakkan Kalimatullah, berbelas kasih kepada sesama kaum Muslimin dan usur-unsur lain yang menekan sikap al baghyu (kedengkian) maka perbedaan pendapat boleh-boleh saja terjadi! Dengan catatan tidak keluar dari bingkai agama, syari’at, ketetapan aturan bahasa dan kaidah-kaidah yang ditetapkan di kalangan para ulama. Apabila unsur-unsur itu tidak terpenuhi maka ia diharamkan, sebab ia akan menyebakan keharaman yang lebih besar yaitu perpecahan, permusuhan dan terkotak-kotak menjadi puak-puak dan golongan-golongan yang saling bermusuhan.

Allah berfriman:

وَ إِنَّ هذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً واحِدَةً وَ أَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ* فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُراً كُلُّ حِزْبٍ بِما لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ* فَذَرْهُمْ في غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حينٍ

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada- Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap- tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing- masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.” (QS. Al Mu’minun; 52-54)

Dan ketika didapati berdasarkan bukti akurat bahwa perbedaan itu dimotivasi oleh hawa nafsu atau mencari-cari cela untuk mendapat kemudahan karena dorongan nafsu atau kerakusan mendapat dunia yang menyalahi inti tujuan Islam yaitu ridha Allah Swt. Atau menyalahi prinsip berkhidmad untuk membela dan memelihara agama. Atau si penentang itu jauh dari niatan baik mencari titik temu, berlemah lembut dan menabur rahmat untuk umat … jika itu yang memotivasi maka perselisihan yang terjadi adalah tercela dan pelakunya akan merugi. Dan dalam kondisi ini tidaklah benar kita mendukung atau membela pendapat itu.

Bisa jadi dua orang berbeda pendapat tetapi keduanya tercela dan berdosa. Allah Swt. berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ نَزَّلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَ إِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوْا فِي الْكِتَابِ لَفِيْ شِقَاقٍ بَعِيْدٍ

“Semua itu karena Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa kebenaran, dan orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) al-Kitab itu, mereka berada dalam penyimpangan yang jauh.” (QS.al Baqarah [2];167)

Dan:

وَ قالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَ قالَتِ النَّصارى الْمَسيحُ ابْنُ اللَّهِ ذلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْواهِهِمْ يُضاهِؤُنَ قَوْلَ الَّذينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ.

“Orang- orang Yahudi berkata:” Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata:” Al Masih itu putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang- orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah- lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling.” (QS. At taubah [9]:30)

Ayat-ayab di atas jelas sekali menunjukkan bahwa kedua kelompok yang saling berbeda itu berada di atas kesesatan dan kekafiran.

Bisa jadi dua orang berselisih, tetapi yang satu berada di atas kebenaran sedangkan yang satunya berada di atas kesesatan.

Allah Swt. berfiman:

وَ لَوْ شَاءَ اللهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِيْنَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِّنْ بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَ لَكِنِ اخْتَلَفُوْا فَمِنْهُمْ مَّنْ آمَنَ وَ مِنْهُمْ مَّنْ كَفَرَ وَ لَوْ شَاءَ اللهُ مَا اقْتَتَلُوْا وَ لَكِنَّ اللهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ

“Seandainya Allah menghendaki, niscaya orang-orang yang datang setelah mereka itu tidak akan saling berperang (dan bertikai) setelah tanda-tanda yang jelas itu datang kepada mereka. Akan tetapi, mereka saling berselisih; sebagian ada yang beriman dan sebagian ada yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, niscaya mereka tidak akan saling berperang. Akan tetapi, Allah akan melakukan apa yang dikehendaki-Nya. (QS. Al Baqarah [2];253)

Boleh jadi ada dua orang berselisih, namun demikian keduanya berada diatas keberanan dan petunjuk Allah, seperti telah disinggung sebelumnya ketika nabi membenarkan kedua kelompok yang berbeda sikap tentang shalat Ashar dalam perjalanan mereka ke kampung bani Quraidhah dan dalam bacaan Al-Qur’an di mana beliau mengatakan bahwa kalian berdua muhsinun, berbuat baik.

Apa yang Harus Dilakukan Ketika Terjadi Perbedaan dan Perselisihan Dalam Pendapat?

Allah Swt berfirman:

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا أَطيعُوا اللَّهَ وَ أَطيعُوا الرَّسُولَ وَ أُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنازَعْتُمْ في شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَ الرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ ذلِكَ خَيْرٌ وَ أَحْسَنُ تَأْويلاً.

“Hai orang- orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah( Al Qur’an ) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar- benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS. An Nisâ’ [4];59)

Yang dimaksud dengan Ulul Amri dalam ayat tersebut adalah ulama’ yang mendalami agama. Al Qurthubi menyebutkan dalam tafsirnya,5/259:

قال جابر بن عبدالله ومجاهد {أولو الأمر} أهل القرآن والعلم وهو اختيار مالك رحمه الله ، ونحوه قول الضحاك قال : يعني الفقهاء والعلمـاء في الديــن .

Jabir bin Abdilah dan Mujahid berkata, “Ulul Amri adalah Ahli Al Qur’an. Pendapat ini dipilih Imam Malik (rh). Dan pendapat serupa disampaikan oleh Dhahhak, ia berkata, “Yang dimaksud adalah para faqih dan ulama yang mendalami agama.”

Setelahnya ia berkata:

أمر الله تعالى بردِّ المتنازَع فيه إلى كتاب الله وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم وليس لغير العلماء معرفة كيفية الرد إلى الكتاب والسنة ، ويدل هذا على صحة كون سؤال العلماء واجباً وامتثال فتواهم لازما.

“Allah memerintahkan untuk mengembalikan perselisihan kepada Al-Kitab (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya saw., dan selain para ulama tidaklah mengerti cara mengembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Dan ini menunjukkan bahwa bertanya kepada ulama itu wajib hukumnya dan menjalankan fatwanya adalah kelaziman.”

Oleh karena itu, ketika terjadi perselisihan dalam pendapat, yang harus dilakukan adalah bertanya dan mencari tau, bukan menjauh dan meninggalkan seluruh pendapat yang diperselisihkan. Kewajiban yang harus dilakukan adalah meneliti pendapat masing-masing dan kemudian bersungguh-sungguh dalam memilih mana yang terdekat dengan kebenaran lalu dikemukakan. Dan apabila telah dieketahui mana yang benar, maka harus didukung dan dibela. Jika kebenara bukan pada kedua pendapat yang sedang berselisih maka juga harus diterangkan dengan cara yang bijak.

Allah berfirman:

وَ إِنْ طائِفَتانِ مِنَ الْمُؤْمِنينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُما

“Dan jika ada dua golongan dari orang- orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.”(QS. Al Hujurât [49];9)

Islâh itu baru dapat dilakukan setelah mengetahui mana yang bener dan mana yang salah!

Allah berfirman:

فَإِنْ بَغَتْ إِحْداهُما عَلَى الْأُخْرى فَقاتِلُوا الَّتي تَبْغي حَتَّى تَفيءَ إِلى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُما بِالْعَدْلِ وَ أَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطينَ

“Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berlaku adil.” (QS. Al Hujurât [49];9)

Coba perhatikan bagaimana Allah memerintahkan umat Islam agar tidak membiarkan pertikaian yang terjadi di antara dua kelompok umat Islam yang muncul akibat perbedaan, akan tetapi Allah memerintahkan agar umat Islam membela yang benar dan melawan yang salah dan memaksanya untuk kembali kepada kebenaran dan terus melakukan desakan hingga kelompok bâghiyah (pembangkang) itu mau kembali kepada jalan kebenaran.

Jika mereka mau kembali maka lakukanlah islâh.

Allah memrintahkan kita untuk menghilangkan permusuhan dan persengketaan, sebagaimana Allah juga memerintah agar kita tunduk kepada kebenaran dan mengajak seluruh lapisan umat untuk menerima kebenaran dan apabila kelompok pembangkang telah kembali kepada kenebaran maka wajib hukumnya menebar kedamaian, dan harus saling kasih mengasihi. Dan ini adalah bukti kuat mendukung apa yang kami tegaskan.

Membela kelompok yang berada di atas kebenaran tidak mesti harus saling bertemu secara fisik, sebab boleh jadi hal itu tidak dapat dilakukan, akan tetapi yang wajib dilakukan ialah membela konsep dan pemikiran kelompok yang benar dan menjabarkannya kapada manusia, baik dengan ceramah, menulis buku atau lain sebagainya.

(Selesai)

Jumat, 13 Maret 2009

Rabu, 11 Maret 2009

Keutamaan shalawat dalam Al-Hadis



Bershalawat kepada Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa) memiliki
banyak keutamaan bagi kita di dunia dan akhirat. Keutamaannya antara
lainnya:

Pertama:
Rasulullah saw bersabda:
“Pada hari kiamat aku akan berada di dekat timbangan. Barangsiapa
yang berat amal buruknya di atas amal baiknya, aku akan menutupnya
dengan shalawat kepadaku sehingga amal baiknya lebih berat karena
shalawat.” (Al-Bihar 7/304/72)

Kedua:
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku tiga kali setiap hari dan tiga
kali setiap malam, karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah azza wa
jalla berhak mengampuni dosa-dosanya pada malam itu dan hari itu.” (Ad-
Da’awat Ar-Rawandi: 89, bab 224, hadis ke 226)

Ketiga:
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku ketika akan membaca Al-Qur’an,
malaikat akan selalu memohonkan ampunan baginya selama namaku berada
dalam kitab itu.” (Al-Bihar 94/71/65)

Keempat:
Rasulullah saw bersabda:
“Pada suatu malam aku diperjalankan untuk mi’raj ke langit, lalu aku
melihat malaikat yang mempunyai seribu tangan, dan setiap tangan
mempunyai seribu jari-jemari. Malaikat itu menghitung dengan jari-
jemarinya, lalu aku bertanya kepada Jibril: Siapakah malaikat itu dan
apa yang sedang dihitungnya? Jibril menjawab: Dia adalah malaikat yang
ditugaskan untuk menghitung setiap tetesan hujan, ia menghafal setiap
tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi.

Kemudian aku bertanya kepada malaikat itu: Apakah kamu mengetahui
berapa tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi sejak Allah
menciptakan dunia?
Ia menjawab: Ya Rasulallah, demi Allah yang mengutusmu membawa
kebenaran kepada makhluk-Nya, aku tidak hanya mengetahui setiap
tetesan hujan yang turun dari langit ke bumi, tetapi aku juga
mengetahui secara rinci berapa jumlah tetesan hujan yang jatuh di
lautan, di daratan, di bangunan, di kebun, di tanah yang bergaram, dan
yang jatuh di kuburan.

Kemudian Rasulullah saw bersabda: Aku kagum terhadap kemampuan hafalan
dan ingatanmu dalam perhitungan itu.

Kemudian malaikat itu berkata: Ya Rasulallah, ada yang tak sanggup aku
menghafal dan mengingatnya dengan perhitungan tangan dan jari-jemariku
ini.
Rasulullah saw bertanya: Perhitungan apakah itu?
Ia menjawab: ketika suatu kaum dari ummatmu menghadiri suatu majlis,
lalu namamu disebutkan di majlis itu, kemudian mereka bershalawat
kepadamu. Pahala shalawat mereka itulah yang tak sanggup aku
menghitungnya.” (Al-Mustadrah Syeikh An-Nuri, jilid 5: 355, hadis ke
72)

Kelima:
Rasulullah saw bersabda:
“Sebagaimana orang bermimpi, aku juga pernah bermimpi pamanku Hamzah
bin Abdullah dan saudaraku Ja’far Ath-Thayyar. Mereka memegang tempat
makanan yang berisi buah pidara lalu mereka memakannya tak lama
kemudian buah pidara itu berubah menjadi buah anggur, lalu mereka
memakannya tak lama kemudian buah anggur itu berubah menjadi buah
kurma yang masih segar. Saat mereka memakan buah kurma itu tak lama
segera aku mendekati mereka dan bertanya kepada mereka: Demi ayahku
jadi tebusan kalian, amal apa yang paling utama yang kalian dapatkan?
Mereka menjawab: Demi ayahku dan ibuku jadi tebusanmu, kami
mendapatkan amal yang paling utama adalah shalawat kepadamu, memberi
minuman, dan cinta kepada Ali bin Abi Thalib (sa).” (Ad-Da’awat Ar-
Rawandi, hlm 90, bab 224, hadis ke 227)

Keenam:
Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:
“Tidak ada sesuatu amal pun yang lebih berat dalam timbangan daripada
shalawat kepada Nabi dan keluarganya. Sungguh akan ada seseorang
ketika amalnya diletakkan di timbangan amal, timbangan amalnya miring,
kemudian Nabi saw mengeluarkan pahala shalawat untuknya dan meletakkan
pada timbangannya, maka beruntunglah ia dengan shalawat itu.” (Al-
Kafi, jilid 2, halaman 494)

Ketujuh:
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Barangsiapa yang tidak sanggup menutupi dosa-dosanya, maka
perbanyaklah bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya, karena
shalawat itu benar-benar dapat menghancurkan dosa-dosa.” (Al-Bihar 94/
47/2, 94/63/52)

Kedelapan:
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Ketika nama Nabi saw disebutkan, maka perbanyaklah bershalawat
kepadanya, karena orang yang membaca shalawat kepada Nabi saw satu
kali, seribu barisan malaikat bershalawat padanya seribu kali, dan
belum ada sesuatupun yang kekal dari ciptaan Allah kecuali shalawat
kepada hamba-Nya karena shalawat Allah dan shalawat para malaikat-Nya
kepadanya. Orang yang tidak mencintai shalawat, ia adalah orang jahil
dan tertipudaya, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya serta Ahlul baitnya
berlepas diri darinya.” (Al-Kafi 2: 492)

Syeikh Abbas Al-Qumi mengatakan bahwa Syeikh Shaduq (ra) meriwayatkan
dalam kitabnya Ma’anil Akhbar: Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) menjelaskan
tentang makna firman Allah saw, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya
bershalawat kepada Nabi…: Shalawat dari Allah azza wa jalla adalah
rahmat, shalawat dari malaikat adalah pensucian, dan shalawat dari
manusia adalah doa.” (Ma’anil akhbar: 368)

Dalam kitab yang sama diriwayatkan bahwa perawi hadis ini bertanya:
Bagaimana cara kami bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya?
Beliau menjawab:

صلوات الله وصلوات ملائكته وانبيائه ورسله وجميع خلقه على محمّد وآل
محمّد والسلام عليه وعليهم ورحمه الله وبركاته
“Semoga shalawat Allah, para malaikat-Nya, para nabi-Nya, para rasul-
Nya dan seluruh makhluk-Nya senantiasa tercurahkan kepada Muhammad dan
keluarga Muhammad, dan semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan Allah
senantiasa tercurahkan kepadanya dan kepada mereka.”

Aku bertanya: Apa pahala bagi orang yang bershalawat kepada Nabi dan
keluarganya dengan shalawat ini? Beliau menjawab: “Ia akan keluar dari
dosa-dosanya seperti keadaan bayi yang baru lahir dari
ibunya.” (Ma’anil akhbar: 368)

Kesembilan:
Syeikh Al-Kulaini meriwayatkan di akhir shalawat yang dibaca setiap
waktu Ashar pada hari Jum’at:
اللّهمّ صلّ على محمّد وآل محمّد الاوصياء المرضيين بأفضل صلواتك وبارك
عليهم بأفضل بركاتك والسلام عليه وعليهم ورحمة الله وبركاته
“Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
para washi yang diridhai, dengan shalawat-Mu yang paling utama,
berkahi mereka dengan keberkahan-Mu yang paling utama, dan semoga
salam dan rahmat serta keberkahan Allah senantiasa tercurahkan
kepadanya dan kepada mereka.”

Orang yang membaca shalawat ini tujuh kali, Allah akan membalas
baginya setiap hamba satu kebaikan, amalnya pada hari itu akan
diterima, dan ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya
di antara kedua matanya. (Al-Furu’ Al-Kafi 3: 429)

Kesepuluh:
Dalam suatu hadis disebutkan: “Barangsiapa yang membaca shalawat
berikut ini sesudah shalat Fajar dan sesudah shalat Zuhur, ia tidak
akan mati sebelum berjumpa dengan Al-Qaim (Imam Mahdi) dari keluarga
Nabi saw:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَعَجِّلْ
فَرَجَهُمْ.
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
dan percepatlah kemenangan mereka .” (Safinah Al-Bihar 5: 170)

Cemburu Allah swt pada hamba-Nya

Allah swt mencintai hamba-Nya. Karenanya Ia punya rasa cemburu
kepadanya. Dalam ilmu akhlak rasa cemburu ini dikenal dengan istilah
Ghirah. Ghirah termasuk salah satu ciri cinta. Maksudnya, Allah swt
ingin supaya hamba-Nya mencintai-Nya, tidak mencintai selain-Nya, dan
tidak mengizinkan hatinya diisi dengan kecintaan kepada selain-Nya.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa nabi Musa (as) pernah bermunajat:
Duhai Tuhanku, aku tuluskan cintaku untuk-Mu, dan aku bersihkan hatiku
dari selain-Mu.
Kepada Musa (as) yang sangat mencintai keluarganya Allah swt
berfirman: “Cabutlah kecintaan kepada keluarga dari hatimu, kalau
memang kamu cinta kepada-Ku dengan tulus.” (Biharul Anwar 83: 236)

Imam Husein bin Ali (sa) pernah berdoa:
Engkaulah yang menghilangkan kecintaan kepada selain-Mu dari hati para
kekasih-Mu, sehingga mereka tidak menyukai selain-Mu.
Tuhan,
Apa yang akan didapati oleh seorang yang kehilangan-Mu?
Apa yang akan dirasakan oleh seorang yang mendapatkan-Mu?
Sungguh rugi orang yang mengganti-Mu.
(Biharul Anwar 97: 227)