Senin, 24 November 2008

Mutiara Hikmah dari Rasulullah saw



“Wahai hamba Allah, kalian seperti pasien yang sedang menderita sakit,
dan Tuhan kalian seperti dokternya. Kesembuhan sang pasien tergantung
pada apa yang diketahui dan diatur oleh dokternya. Bukan tergantung
pada apa yang diinginkan dan diusulkan oleh sang pasien. Karena
serahkan urusan kalian kepada Allah, niscaya kalian tergolong pada
orang-orang yang beruntung.” (Majmu’ah warâm 2: 117)

“Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia
bukan dari golongan mereka. Barangsiapa yang mendengar panggilan
saudaranya yang meminta bantuan lalu ia tidak menolongnya, maka ia
bukan seorang muslim.” (Biharul Anwâr 74: 339)

Pada hari kiamat akan terdengar suara panggilan: Dimanakah orang-orang
yang zalim dan para pendukungnya? Barangsiapa yang membantu mereka
walaupun dengan setetes tinta atau sekedar mengikatkan tali kantong
mereka, atau meminjamkan penanya kepada mereka, niscaya mereka akan
digiring dan dikumpulkan bersama orangorang yang zalim itu. (Bihârul
Anwâr 75: 372)

Akan datang suatu zaman kepada umatku: Mereka tidak mengenal ulama
kecuali dengan pakaian yang bagus, mereka tidak mengenal Al-Qur’an
kecuali dengan keindahan suaranya, mereka tidak beribadah kepada Allah
kecuali hanya di bulan puasa. Jika hal itu telah terjadi, Allah akan
menjadikan bagi mereka pemimpin yang bodoh, yang tidak mengenal belas-
kasih dan tidak memiliki rasa kasih sayang. (Bihârul Anwâr 22: 454)

Spiritual dan Rahasia Haji: Dalam dialog seorang sufi besar dengan Keluarga Nabi saw

Dialog ini terjadi antara Imam Ali Zainal Abidin (sa) dengan Asy-
Syibli. Asy-Syibli adalah seorang ulama sufi besar dan terkenal hingga
sekarang, khususnya di kalangan para sufi. Imam Ali Zainal Abidin (sa)
adalah putera Al-Husein cucu Rasulullah saw. Dialog ini saya
terjemahkan dari kitab Al-Mustadrak. Berikut ini dialognya:

Saat pulang ke Madinah usai menunaikan ibadah haji, Asy-Syibli datang
kepada gurunya Ali Zainal Abidin (ra) untuk menyampaikan pengalamannya
selama menunaikan ibadah haji. Dalam pertemuan itu terjadilah dialog
antara seorang guru dengan muridnya.

Ali Zainal Abidin (sa): Wahai Syibli, Anda sudah menunaikan ibadah
haji?
Asy-Syibli: Ya, sudah yabna Rasulillah (wahai putra Rasulillah)
Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah berhenti miqat, kemudian
menanggalkan semua pakaian terjahit yang dilarang bagi orang yang
menunaikan ibadah haji, kemudian Anda mandi sunnah untuk memakai baju
ihram?
Asy-Syibli: Ya, semua sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah ketika berhenti di miqat Anda
menguatkan niat, dan menanggalkan semua pakaian maksiat kemudian
menggantinya dengan pakaian ketaatan?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat Anda menanggalkan pakaian yang
terlarang itu apakah Anda sudah menghilangkan perasaan riya', munafik,
dan semua subhat (yang diragukan hukumnya).
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda mandi sunnah dan membersihkan diri
sebelum memakai pakaian ihram, apakah Anda juga berniat membersihkan
diri dari segala macam noda-noda dosa?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum berhenti miqat,
belum menanggalkan pakaian yang yang terjahit, dan belum mandi
membersihkan diri.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda mandi, berihram dan mengucapkan
niat untuk memasuki ibadah haji, apakah Anda sudah menguatkan niat dan
tekad hendak membersihkan diri dan mensusikannya dengan pancaran
cahaya taubat dengan niat yang tulus karena Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah pada saat memakai baju ihram Anda
berniat untuk menjauhkan diri dari segala yang diharamkan oleh Allah
Azza wa Jalla.
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (ra): Apakah ketika berada dalam ibadah haji yang
terikat dengan ketentuan-ketentuan haji, Anda telah melepaskan diri
dari segala ikatan duniawi dan hanya mengikatkan diri dengan Allah
swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum membersihkan diri,
belum berihram, dan belum mengikat diri Anda dalam menunaikan ibadah
haji.
Ali Zainal Abidin (sa): Bukankah Anda telah memasuki miqat, shalat
ihram dua rakaat, kemudian mengucapkan talbiyah?
Asy-Syibli: Ya, semua itu sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika memasuki miqat apakah Anda berniat akan
melakukan ziarah untuk mencari ridha Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat melaksanakan shalat ihram dua
rakaat, apakah Anda berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt
dengan tekad akan memperbanyak shalat sunnah yang sangat tinggi
nilainya?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum memasuki miqat,
belum mengucapkan talbiyah, dan belum menunaikan shalat ihram dua
rakaat.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda telah memasuki Masjidil Haram,
memandang Ka'bah dan melakukan shalat disana?
Asy-Syibli: Ya, semua sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat memasuki Masjidil Haram, apakah Anda
bertekad untuk mengharamkan diri Anda dari mengunjing orang-orang
islam?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika sampai di kota Mekkah, apakah Anda
menguatkan keyakinan bahwa hanya Allah-lah tujuan hidup?
Asy-Syibli: Tidak

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum memasuki Masjidil
Haram, belum memandang Ka'bah, dan belum melakukan shalat di dekat
Ka'bah.
Asy-Syibli:

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah melakukan thawaf, dan sudah
menyentuh sudut-sudut Ka'bah?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukan thawaf.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika thawaf, apakah Anda berniat untuk lari
menuju ridha Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum melakukan thawaf,
dan belum menyentuh sudut-sudut Ka'bah.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah berjabatan tangan dengan
hajar Aswad, dan melakukan shalat sunnah di dekat Maqam Ibrahim?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (sa): Mendengar jawaban Asy-Syibli, Ali Zainal
Abidin (ra) menangis dan memandangnya seraya berkata:
"Ya sungguh benar, barangsiapa yang berjabatan tangan dengan Hajar
Aswad, ia telah berjabatan tangan dengan Allah. Karena itu, ingatlah
baik-baik wahai manusia, janganlah sekali-kali kalian berbuat sesuatu
yang menghinakan martabatmu, jangan menjatuhkan kehormatanmu dengan
perbuatan durhaka dan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla, jangan
melakukan apa saja yang diharamkan oleh Allah swt sebagaimana yang
dilakukan orang-orang yang bergelimang dosa.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berdiri di Maqam Ibrahim, apakah Anda
menguatkan tekad untuk berdiri di jalan kebenaran dan ketaatan kepada
Allah swt, dan bertekad untuk meninggalkan semua maksiat?
Asy-Syibli: Tidak, saat itu tekad tersebut belum kusebutkan dalam
niatku.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika melakukan shalat dua rakaat di dekat
Maqam Ibrahim, apakah Anda berniat untuk mengikuti jejak Nabi Ibrahim
(sa), dalam shalat ibadahnya, dan kegigihannya dalam menentang
bisikansetan.
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum berjabatan tangan
dengan Hajar Aswad, belum berdiri di Maqam Ibrahim, dan belum
melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah memperhatikan sumur air
Zamzam dan minum airnya?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika memperhatikan sumur itu, apakah Anda
mencurahkan semua perhatian untuk mematuhi semua perintah Allah. Dan
apakah saat itu Anda berniat untuk memejamkan mata dari segala
kemaksiatan.
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum memperhatikan sumur
air Zamzam dan belum minum air Zamzam.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda melakukan sa'i antara Shafa dan
Marwa?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah saat itu Anda mencurahkan semua harapan
untuk memperoleh rahmat Allah, dan bergetar tubuhmu karena takut akan
siksaan-Nya?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum melakukan sa'i antara
Shafa dan Marwa.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah pergi ke Mina?
Asy-Syibli: Ya, tentu sudah.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah saat itu Anda telah sunggu-sungguh
bertekad agar semua manusia aman dari gangguan lidah, hati dan tangan
Anda sendiri?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum pergi ke Mina.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah wuquf di padang Arafah?
Sudahkah Anda mendaki Jabal Rahmah? Apakah Anda sudah mengunjungi
lembah Namirah dan berdoa di di bukit-bukit Shakharat?
Asy-Syibli: Ya, semuanya sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berada di Padang Arafah, apakah Anda
benar-benar menghayati makrifat akan keagungan Allah? Dan apakah Anda
menyadari hakekat ilmu yang dapat mengantarkan diri Anda kepada-Nya?
Apakah saat itu Anda menyadari dengan sesungguhnya bahwa Allah Maha
Mengetahui segala perbuatan, perasaan dan suara nurani?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika mendaki Jabal Rahmah, apakah Anda tulus
ikhlas mengharapkan rahmat Allah untuk setiap mukmin, dan mengharapkan
bimbingan untuk setiap muslim?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berada di lembah Namirah apakah Anda
punya tekad untuk tidak menyuruh orang lain berbuat baik sebelum
terlebih dahulu Anda menyuruh diri Anda berbuat baik? Apakah Anda
bertekad tidak melarang orang lain berbuat maksiat sebelum Anda
mencegah diri Anda dari perbuatan tersebut?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda berada di bukit-bukit itu, apakah
Anda benar-benar menyadari bahwa tempat itu merupakan saksi atas
segala kepatuhan kepada Allah swt. Dan Tahukah Anda bahwa bukit-bukit
itu bersama para malaikat mencatatnya atas perintah Allah Penguasa
tujuh langit dan bumi?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu Anda belum berwuquf di Arafah,
belum mendaki Jabal Rahmah, belum mengunjungi lembah Namirah dan belum
berdoa di tempat-tempat itu.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda melewati dua bukit Al-Alamain dan
menunaikan shalat dua rakaat sebelumnya? Apakah setelah itu Anda
melanjutkan perjalanan menuju Muzdalifah, mengambil batu di sana,
kemudian berjalan melewati Masy'aril Haram?
Asy-Syibli: Ya, semuanya sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda melakukan shalat dua rakaat,
apakah Anda meniatkan shalat itu sebagai shalat Syukur, shalat untuk
menyampaikan rasa terima kasih pada malam tanggal 10 Dzulhijjah,
dengan harapan agar tersingkir dari semua kesulitan dan mendapat
kemudahan?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika melewati dua bukit itu dengan
meluruskan pandangan, tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, apakah Anda
benar-benar bertekad tidak akan berpaling pada agama lain, tetap teguh
dalam agama Islam, agama yang hak yang diridhai oleh Allah swt?
Benarkah Anda memperkuat tekad untuk tidak bergeser sedikitpun, baik
dalam hati, ucapan, gerakan maupun perbuatan?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berada di Muzdalifah dan mengambil batu
di sana, apakah Anda benar-benar bertekah untuk melempar jauh-jauh
segala perbuatan maksiat dari diri Anda, dan berniat untuk mengejar
ilmu dan amal yang diridhai oleh Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat Anda melewati Masy'aril Haram,
apakah Anda bertekad untuk menjadikan diri Anda sebagai keteladan
kesucian agama Islam seperti orang-orang yang bertakwa kepada Allah
swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum melewati Al-Alamain,
belum melakukan shalat dua rakaat, belum berjalan menuju Muzdalifah,
belum mengambil batu di tempat itu, dan belum melewati Masy'aril
Haram.

Ali Zainal Abidin (sa): Wahai Syibli, apakah Anda telah sampai di
Mina, telah melempar Jumrah, telah mencukur rambut, telah menyembelih
binatang kurban, telah menunaikan shalat di masjid Khaif; kemudian
kembali ke Mekkah dan melakukan thawaf ifadhah?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (ra): Setelah tiba di Mina, apakah Anda menyadari
bahwa Anda telah sampai pada tujuan, dan bahwa Allah telah memenuhi
semua hajat Anda?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat melempar Jumrah, apakah Anda
bertekad untuk melempar musuh Anda yang sebenarnya yaitu iblis dan
memeranginya dengan cara menyempurnakan ibadah haji yang mulia itu?
Asy-Syibli: Tidak

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda mencukur rambut, apakah Anda
bertekad untuk mencukur semua kehinaan diri Anda sehingga diri Anda
menjadi suci seperti baru lahir perut ibu Anda?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika melakukan shalat di masjid Khaif,
apakah Anda benar-benar bertekad untuk tidak merasa takut kepada
siapaun kecuali kepada Allah swt dan dosa-dosa yang telah Anda
lakukan.
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda menyembelih binatang kurban,
apakah Anda bertekad untuk memotong belenggu kerakusan diri Anda dan
menghayati kehidupan yang suci dari segala noda dan dosa? Dan apakah
Anda juga bertekad untuk mengikuti jejak nabi Ibrahim (sa) yang rela
melaksanakan perintah Allah sekalipun harus memotong leher puteranya
yang dicintai?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda kembali ke Mekkah untuk melakukan
thawaf ifadhah, apakah Anda berniat untuk tidak mengharapkan pemberian
dari siapapun kecuali dari karunia Allah, tetap patuh kepada-Nya,
mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan selalu mendekatkan diri
kepada-Nya?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum mencapai Mina, belum
melempar Jumrah, belum mencukur rambut, belum menyembelih kurban,
belum melaksanakan manasik, belum melaksanakan shalat di masjid Khaif,
belum melakukan thawaf ifadhah, dan belum mendekatkan diri kepada
Allah swt. Karena itu, kembalilah ke Mekkah, sebab Anda sesungguhnya
belum menunaikan ibadah haji.

Mendengar penjelasan Ali Zainal Abidin (sa), Asy-Syibli menangis dan
menyesali kekurangannya yang telah dilakukan dalam ibadah haji. Sejak
itu ia berusaha keras memperdalam ilmu Islam agar pada tahun
berikutnya ia dapat menunaikan ibadah haji secara sempurna. (Al-
Mustadrak 10: 166)